Rabu, 10 Januari 2018

MAWINEI

"Si anak muda tampak ingin mengungkapkan sesuatu, namun urung. Entah apa yang menahannya. Mawinei menemukan kilau aneh di matanya. Tak ubahnya seperti sinar mata seseorang  yang baru saja berjumpa dengan sahabat yang telah lama berpisah. Takjub, rindu, sekaligus tanya. "Apakah kau lupa padaku?"

*****

Hmm...seuntai kalimat-kalimat indah begini yang bikin penasaran buku ini. Kutipan yang saya tulis itu bisa ditemukan pada halaman 151.

Jujur, saya belum tuntas membaca seluruh isi bukunya...baru setengahnya. Tapi rasa penasaran tentang akhir cerita seolah menggebu-gebu bikin saya tergoda ingin langsung membaca dibagian akhirnya. 😄 Hehe...walaupun itu tak jadi saya lakukan. Karena saya pikir, sangat sayang dilewatkan kata demi kata yang begitu indah dirangkaikan.

Mawinei, seorang gadis cilik yang berkulit putih dan bermata sipit, hasil kolaborasi gen suku Dayak Bukit dari pegunungan Meratus dengan Korea, begitu jelas digambarkan si penulis. Dia gadis cilik yang kemudian terus beranjak remaja dengan kisah kehidupannya yang penuh petualangan dan dinamika yang unik.

Tokoh seorang Kaayat, lelaki muda kampung yang kuat sorot matanya dan teguh pendiriannya. Calon kepala suku yang memiliki talenta yang berbeda dari kawan-kawan sebayanya. Dia sangat disayangi oleh Damang Aban, seorang Kepala Suku Dayak Bukit. Dia teman sepermainan Mawinei sejak kecil.

Ada dua tokoh muda-mudi yang diangkat dalam novel ini. Kira-kira pembaca bisakah menebak, ke arah mana alur cerita bergulir? Saya pun masih dalam proses nih..hehe... 😂

Kisah dua tokoh ini begitu dominan dalam novel karya bu Eva Liana ini. Novel yang berlatar budaya Dayak dari Kalimantan, cukup unik. Jarang kiranya kita dapati karya urang banua berlatar alam indah Loksado, satu desa di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, propinsi Kalsel. 

Seumur-umur saya yang asli Urang Banua belum pernah ke Loksado...haha..kudet saya ...😂
Tapi membaca Mawinei, saya berasa ada disana loh...Serasa ikut menyusuri satu demi satu alam indahnya ketika Mawinei dan Kaayat pergi ke sekolah atau bermain bersama teman-temannya. Disela-sela hutan dan membelah pegunungan Meratus.

Sentuhan nilai-nilai Islam pun disematkan indah dalam beberapa potongan fragmen cerita ini. Tentang kewajiban menuntut ilmu, kewajiban menutup aurat, tentang mahram dan silaturahim.

Rasanya rugi kalo tak saya habiskan membaca ceritanya sampai tuntas. Harus berjuang nih membacanya, karena novel ini tebalnya 380 halaman loh, semoga bisa. Maklum emak-emak dengan segudang kegiatan...*jiah..emak sibuk nih ceritanya...hihi...😁

Baca novel ini ternyata cukup mengasyikkan. Meski gak ada adegan menegangkan dan misterius kayak di Lima Sekawan atau karyanya Agatha Christie...hehe. Jadi ingat masa lalu deh...zaman old.

Moga membaca novel ini mengawali saya untuk bisa kembali "gemar membaca", kayak dulu waktu masih remaja kalo nulis biodata dibuku album kenangannya teman-teman sekolah, kolom hobi pasti isinya "membaca". Wkwkwk.....😄

Baiklah...itu saja sekelumit tentang Mawinei ya. Saya mau lanjut baca lagi....☺

Laila Thamrin
10012018

#Day10
#1Day1Post2018
#ODOP2018
#NulisYuk!
#TemaLiterasi
#Revowriter
#AMK4

1 komentar: