Sabtu, 20 April 2019

Peradaban Islam, Peradaban Dunia

Oleh : Laila Thamrin

Andai hidup kita bisa diputar ulang ke belakang, dan menembus ruang waktu yang lampau, kita akan dapati begitu mencoloknya perbedaan dunia Islam dan dunia Barat. Terlebih jika mesin waktu itu kita hentikan di abad ke-10 Masehi. Kita akan terkesima dengan kesempurnaan peradaban Islam yang mewarnai dunia. Dan kita pun akan tercengang menatap peradaban Barat yang tertinggal jauh di belakang.

Dalam buku "Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia" karya Dr. Raghib as-Sirjani, dituliskan dalam pengantarnya bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga ke-10 M merupakan negeri tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah yang dibangun hanya berupa tumpukan batu-batu kasar yang diperkuat dengan tanah halus. Bahkan berpintu sempit dan tak berjendela.

Cara hidupnya juga masih tak teratur. Mereka biasanya punya satu ruangan besar dalam rumahnya tempat berkumpul bagi seluruh keluarga, pelayan dan kerabat lainnya. Jika malam menjelang, mereka akan tidur beralaskan tanah di rumah itu atau di bangku-bangku panjang yang kadang tersedia. Seluruh anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, tidur dan makan di satu ruangan yang sama. Senjata senantiasa ada di samping kepala saat mereka tidur, karena pencurian sering terjadi.

Bahkan digambarkan bahwa Barat belum mengenal kebersihan. Sampah dan kotoran hewan menumpuk di sekitar rumahnya. Hingga menerbitkan bau busuk yang menyengat. Terkadang, hewan-hewan peliharaannya pun dimasukkan ke dalam rumah, berkumpul bersama seluruh anggota keluarganya.

Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan negara Islam. Saat Islam melingkupi banyak negeri di benua Asia, Eropa dan juga Afrika, peradabannya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Kota-kota tertata dengan apik. Rumah-rumah dengan kondisi yang bersih dan nyaman. Kesehatan masyarakatnya pun terjamin. Bahkan menjadi pusat ilmu bagi seluruh dunia.

Kita bisa tengok kota-kota seperti Cordoba, Granada dan Sevilla yang terdapat di Eropa saat Islam menaunginya. Di malam hari, Cordoba terlihat terang bercahaya karena lampu-lampu yang terpasang di sepanjang jalannya. Lorong-lorong jalan dihiasi batu ubin. Taman-taman indah dan kebun-kebun yang rindang bertebaran di seluruh kota.

Begitupun Granada, satu kota di Spanyol, yang terkenal dengan istana al-Hamra. Satu bangunan indah yang merupakan kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan Bani Ummayyah. Dibangun di atas sebuah bukit menghadap kota Granada. Di sekeliling bukit tersebut terdapat hamparan ladang pertanian yang sangat luas. Hingga sekarang sisa-sisa kemegahan  istana ini menjadi perhatian para wisatawan manca negara yang berkunjung ke sana.

Sevilla lain lagi. Kota yang juga di Spanyol ini pernah menjadi pusat produksi minyak zaitun. Ada sekitar 100.000 tempat pemerahan minyak zaitun di sini. Hampir seluruh sudut kota ditumbuhi pohon zaitun. Selain itu, kota ini terkenal dengan tenun sutranya. Terdapat 6000 alat tenun yang dimiliki.

Kota-kota ini telah mengalami kemajuan pesat dibandingkan Inggris, padahal semuanya berada di benua Eropa. Sungguh, Eropa menjadi bercahaya karena peradaban Islam mewarnainya. Bukan dari peradaban Barat yang masih tenggelam.

Sementara Baghdad, kota di Jazirah Arab yang juga sangat terkenal karena keindahan arsitekturnya. Di masa Khalifah al-Mansur, kota Baghdad yang kecil dan sempit disulap menjadi daerah yang megah. Khalifah mengerahkan para insinyur teknik, arsitek, dan ahli ilmu ukur untuk membangunnya. Perlu biaya 4.800.000 dirham yang dikeluarkan negara untuk pembangunan ini.

Sungai Efrat dan Tigris memiliki 11 cabang yang airnya mengalir ke seluruh rumah dan istana Baghdad. Di sungai Tigris terdapat 30.000 jembatan dan 60.000 tempat pemandian. Masjid-masjid pun berdiri megah di seluruh kota. Ada 300.000 buah masjid yang dibangun dengan arsitektur indah bercorak budaya Islam.

Sementara penduduknya kebanyakan tercetak menjadi ulama, sastrawan dan juga filsuf. Dan sentuhan arsitektur Islam di negeri-negeri tersebut masih bisa dirasakan hingga saat ini. Meski sudah tak seutuh di masa kejayaannya.

Ini hanyalah sebagian kecil bukti bahwa peradaban Islam pernah berdiri kokoh di bumi ini. Bahkan menjadi mercusuar dunia. Peradaban Islam yang mengajarkan tentang thaharah(bersuci) telah menjadikan kehidupan masyarakat bersih dan sehat.

Peradaban Islam yang mengajarkan tentang kewajiban menuntut ilmu telah melahirkan insan-insan yang cerdas. Mereka abadikan dalam ribuan buku-buku yang bermanfaat.  Hingga hasil karya para ulama yang sekaligus ilmuwan ini mampu mencetuskan inovasi dalam kehidupan umat manusia sampai sekarang.

Peradaban Islam juga yang mengajarkan tentang aturan hidup dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan bidang-bidang lainnya. Sehingga mampu mengubah kondisi kehidupan masyarakatnya menjadi tentram dan sejahtera. 

Betapa peradaban Islam telah mampu mengubah wajah dunia. Yang dulunya kelam, gelap, suram dan tidak teratur telah berubah menjadi indah, damai, sejahtera dan bercahaya. Bahkan seluruh mata dunia tertuju pada Khilafah Islamiyah yang menjadi "role of model" negeri-negeri kafir saat itu. Sekaligus sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia dan rujukan atas semua persoalan manusia.

Tidakkah kondisi ini membuat kita rindu untuk kembali dalam pengaturan Islam? Dimana peradaban Islam memuliakan seluruh manusia. Memperhatikan kebutuhannya. Melayani dengan sepenuh cinta. Tak ada yang ingin diraih oleh para penguasa negara Islam kecuali ridha Allah semata, dan berharap surgaNya.

Dan inilah yang saat ini sangat dibutuhkan dunia. Peradaban Islam yang berpijak pada Alquran dan Sunnah Rasul-Nya. Yang akan menghantarkan setiap insan menuju Jannah-Nya. Peradaban Islam memang layak menjadi peradaban dunia. []

#postingbareng
#peradabanIslam
#peradabanliterat
#miladrevowriter

Kamis, 04 April 2019

Warisan Peradaban Islam yang Tenggelam

Oleh : Laila Thamrin

Telah lama Barat menganggap bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang mereka raih, karena mereka fokus pada kehidupan dunia dan meninggalkan agama. Karena sejarah panjang era kegelapan telah membuat mereka alergi terhadap agama.

Berbeda dengan Islam. Sebagai ideologi, Islam justru tak memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Semua satu kesatuan yang menyeluruh dan tak bisa dipisahkan. Bahkan karena keagungan ajaran Islam, muncullah para ilmuwan Islam yang diakui dunia. Mereka tak sekedar ilmuwan, tapi juga sekaligus menjadi ahli ibadah, ahli hadits, ahli ilmu alquran dan berbagai gelar lainnya yang tersemat.

Sejarah mencatat bahwa lahirnya para ilmuwan muslim ini justru saat mereka hidup dalam naungan syariat Islam, naungan Khilafah Islamiyah. Sebelum Islam datang, bangsa arab hanya mengenal ilmu sejarah dan geografi hanya sedikit. Tetapi, sejak Islam tegak mengharuskan perluasan wilayah dengan jihad. Sehingga kaum muslimin haruslah menjelajah berbagai daerah. Menempuh daratan, gunung, lembah, sungai, lautan dan berbagai bentang alam lainnya. Dari sini, berkembanglah ilmu sejarah dan geografi dari para ilmuwan muslim.

Tak hanya itu, kaum muslimin juga mulai mempelajari tentang hewan dan tumbuhan. Hewan-hewan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Juga tumbuhan yang berguna bagi pengobatan. Sehingga ilmu zoologi dan botani juga digeluti oleh para ilmuwan muslim demi keberlangsungan hidup manusia.

Sekolah-sekolah juga kemudian dibangun oleh khalifah. Pada masa Khilafah Bani Abbasiyah, khususnya zaman Khalifah al-Mansur dan Khalifah al-Makmun, banyak aktivitas dilakukan untuk menerjemahkan karya ilmiah. Dan pada akhir abad ke-10 telah banyak karya ilmiah penting yang dihasilkan. Banyak para penerjemah yang terkenal dari berbagai suku bangsa, seperti Naubakht dari Persia dan Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dari Arab.

Tak cukup sampai disitu, berbagai bidang ilmu lainnya pun dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Kita mengenal sebagian nama-nama mereka hingga saat ini. Sebut saja al-Biruni yang terkenal di bidang kimia dan botani, al-Idrisi di bidang geografi, Ibnu Sina di bidang kedokteran, al-Khawarizmi di bidang matematika, dan sederet nama-nama ilmuwan lainnya.

Dan yang paling membanggakan bahwasanya ilmu yang mereka temukan tetap dijadikan sebagai acuan bagi ilmu-ilmu terapan masa kini. Dari merekalah akhirnya kita bisa mengenal arah kiblat, arah mata angin, memilih menu makanan sehat, memasak dengan cara mudah dan cepat, dan lain sebagainya.

Inilah karya ilmuwan muslim di masa keemasan peradaban Islam. Yang menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan selanjutnya. Semua tak lepas dari peran negara yang memberikan ruang dan kesempatan besar pada mereka. Memberikan fasilitas secara cuma-cuma untuk mereka belajar dan mengembangkan risetnya. Sarana dan prasarana berupa bangunan sekolah dan asrama, buku-buku yang diperlukan, alat-alat laboratorium untuk penelitian, dan lain sebagainya. Bahkan, perpustakaan menjadi perhatian negara pula. Dan terus di dorong oleh negara agar kaum muslimin mencintai ilmu. Hingga karya-karya mereka dibukukan dengan rapi dan menjadi bahan literatur generasi selanjutnya.

Demikianlah warisan peradaban Islam yang kita miliki. Sejatinya, warisan ini tetap terjaga dalam naungan Khilafah Islamiyah. Namun sayang, saat ini warisan peradaban Islam ini tenggelam dalam hiruk pikuk kapitalisme yang menyelimuti dunia. Sehingga, banyak generasi muda Islam tak kenal dengan peradabannya sendiri. Kini saatnya kita berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah tegak di muka bumi. Agar peradaban Islam kembali berdiri dan kokoh hingga akhir zaman nanti.[]

#postingbareng
#peradabanIslam
#peradabanliterat
#miladrevowriter
#revowriter5

Kamis, 28 Maret 2019

Siapa Dia?

Oleh : Laila Thamrin

Saat anak lahir, yang kesakitan luar biasa tapi pasti paling bahagia, siapa?

Saat anak sudah bisa ngomong, sudah bisa jalan, apalagi berlari, yang paling bangga, siapa?

Saat anak demam, yang gak bisa makan dan gak pengen tidur beberapa malam, siapa?

Saat anak mulai masuk sekolah, yang rela berjejer nungguin di depan pagar sampai gak masak buat makan siang, siapa hayo?

Saat anak dapat PR dari sekolah, yang paling sibuk nyariin jawaban, kira-kira siapa?

Saat ulangan umum, yang rempong nyuruh anak belajar, siapa coba?

Saat fajar mulai menyapa, yang mengguncang-guncang badan anaknya supaya lekas ngambil air wudhu, siapa?

Saat jam masuk sekolah hampir tiba, yang memburu anak-anaknya supaya bergegas berangkat sekolah, siapa?

Saat anak lulus tingkatan demi tingkatan  sekolahnya hingga sarjana, yang meneteskan air mata, siapa?

Saat anak lelakinya mengucap ijab kabul, yang membanjir airmatanya, siapa?

Saat anak perempuannya dipersunting seorang lelaki, yang terisak tanpa suara, siapa?

Saat seorang cucu hadir mewarnai hidup mereka, yang ribut mau mengasuhnya, siapa?

MasyaAllah....semua jawaban bermuara pada satu kata .... IBU.

Dia hadir dalam setiap tahap perkembangan anaknya. Dia hadir dalam setiap bahagia anaknya. Dan dia hadir dalam setiap sedih dan duka anak-anaknya. Karena seorang ibu, telah diberikan anugrah terindah oleh Allah yang memiliki kasih sayang dan kelemahlembutan bagi anak-anaknya.

Dan ingatlah wahai anak, seberapa besar pun engkau sekarang, seberapa pun usiamu saat ini, maka muliakanlah kedua orangtuamu. Terutama, Ibumu. Berbaktilah pada keduanya, lebih-lebih ibumu.

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Wallahu'alam bish shawwab. []

21 Rajab 1440 H / 28 Maret 2019

#MenyalaBersamaRevowriter
#Revowriter5

#SerialTaqarrubIlallah05

Oleh : Laila Thamrin

Takut Kepada Allah Swt

Suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab ra terlihat menangis saat seorang ajudannya menceritakan bahwa seekor keledai di Iraq telah tergelincir kakinya karena jalanan yang berlubang. Akibatnya keledai itu pun meluncur ke jurang.

Sang ajudan keheranan melihat ekspresi Umar bin Khattab ra yang terkenal keras dan tegas, bisa menangis hanya karena seekor keledai yang terjungkal. Akhirnya, ajudan itu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?"

Dengan sorot mata yang tajam Khalifah menjawab,"Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah kamu lakukan ketika memimpin rakyatmu?"

MasyaAllah...begitu besar tanggung jawab Khalifah Umar bin Khattab ra terhadap rakyatnya. Pandangannya yang jauh ke depan membuat dia menangis saat "hanya" seekor keledai yang terjatuh ke jurang karena jalanan yang rusak dan berlubang. Karena lubang di jalanan tersebut tak hanya bisa membuat keledai celaka, tapi juga sangat besar kemungkinannya manusia pun celaka karenanya.  Dan dia sebagai pemimpin merasa telah lalai untuk memberikan pelayanan terkait dengan jalan di Iraq. Maka, ketakutan segera menyelusup ke seluruh tubuhnya. Hingga airmata tak sanggup lagi dibendungnya.

Ya, beliau merupakan contoh seorang pemimpin yang sangat layak diteladani. Pemimpin yang sangat perhatian pada rakyatnya. Bertanggungjawab penuh untuk menyejahterakan rakyatnya. Bahkan beliau tak pernah mau makan enak, sebelum rakyatnya kenyang. Mengapa kiranya Khalifah Umar bin Khattab ra bisa seperti itu?

Takut kepada Allah Swt jawabannya. Karena beliau takut akan murka dan azab Allah jika melanggar syariat-Nya.
Benarlah hadits Qudsi ini :
"Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, aku tidak akan menghimpun terhadap hamba-Ku dua rasa takut dan dua rasa aman. Jika dia takut kepada-Ku di dunia, maka aku beri rasa aman padanya pada Hari Kiamat.  Sebaliknya, jika dia merasa aman dari-Ku di dunia maka Aku beri dia rasa takut pada Hari Kiamat." (HR. Ibnu Hibban, al-Baihaqi, Ibnu al-Mubarak)

Menjadi seorang pemimpin perlu wawasan yang luas. Visi dan misi yang ideologis. Agar kesejahteraan rakyat terpenuhi seluruhnya. Serta tak tergiur pada harta duniawi semata.

Jika kita ambil ibrohnya, bahwasanya rasa takut yang harus dibagun adalah takut akan azab Allah Swt. Sehingga menuntut kita untuk tetap berada dalam koridor syariat Islam. Tak keluar barang sedikit pun.

Terlebih lagi para da'i yang menyuarakan Islam yang hakiki, yaitu Islam Kaffah. Harus senantiasa berani menyampaikan kebenaran, meski celaan orang-orang yang suka mencela datang bertubi-tubi. Bahkan persekusi tak jarang pula akan dialami. Takutnya hanya pada Allah Azza wa Jala. Yang justru akan menimpakan azab bagi orang yang lalai atau bahkan benci terhadap syariat-Nya.

Wallahu'alam bish shawwab. []

Handil Bakti, 10032019

#OPEy2019
#Part7
#Day7
#Gemesda
#MenyalaBersamaRevowriter
#Revowriter5

#SerialTaqarrubIlallah04

Oleh : Laila Thamrin

Meraih Nilai Tertinggi

Saat bicara tentang nilai tertinggi, apa kira-kira yang terbayang oleh kita? Ranking kelas? Juara pertama? Murid teladan? Mahasiswa terbaik? Atau seseorang yang kuliah di universitas ternama di dunia?

Ya, semua tak keliru. Persepsi tentang nilai terbaik senantiasa dikaitkan dengan nilai akademis di institusi pendidikan. Mereka yang meraih nilai terbaik merupakan orang-orang terpilih karena kecerdasannya. Namun, penilaian terhadap akademis berada di tangan manusia. Lalu, bagaimanakah kira-kira seorang muslim bisa meraih nilai tertinggi di mata Allah?

Allah Swt berfirman :

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. at-Taubah [9] : 24)

Ternyata, nilai tertinggi di mata Allah adalah menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih disukai daripada dunia dan segala isinya. Di sinilah seorang muslim dituntut untuk mengorbankan semua kepentingannya di dunia. Melepaskan ikatan-ikatan kelompok yang memilinnya di dunia. Kemudian, mengubahnya dengan memosisikan dakwah sebagai poros utama dalam kehidupannya. Inilah bukti keimanan seorang muslim. Tunduk dan patuh pada perintah Allah. Ikhlas menjalankan semua perintah-Nya.

Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada kita skala prioritas pelaksanaan amal. Sebagaimana sabda beliau :
"Jika kalian berjual beli secara al-'ainah dan kalian mengambil ekor sapi serta kalian lebih rela dengan tanaman pertanian, sementara kalian meninggalkan jihad, maka Allah timpakan atas kalian kehinaan yang tidak Dia cabut sampai kalian kembali lepada agama kalian." (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)

Begitulah Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada kaum muslimin untuk memilah amal dengan cermat. Dan tak salah jika dakwah 'amar ma'ruf nahyi munkar, menjadi posisi teratas dalam prioritas amal.

Aktivitas dakwah telah diperintahkan Allah. Karena dengan berdakwah, Islam akan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tengoklah, bagaimana Salafus Saleh dulunya berjuang meninggikan kalimat Allah. Mereka benar-benar menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih utama dari kesenangan apapun juga di dunia ini.

Lihatlah Khalid bin Walid ra yang berkata, "Tidak ada satu malam pun di dalamnya diberikan kepadaku pengantin atau aku diberi kabar gembira dengan lahirnya anak laki-laki, yang lebih aku sukai dari satu malam yang dingin mencekam dalam satu ekspedisi dari para mujahidin untuk memerangi orang-orang musyrik esok harinya."

Begitu juga cerita Sa'ad bin Abi Waqash ra. Seorang yang dulunya kafir, lalu masuk Islam. Namun ibunya terus berupaya agar Sa'ad kembali pada agama asalnya. Ibunya memboikot Sa'ad dengan tak mau makan apapun juga, kecuali anaknya meninggalkan Islam. Namun, dengarlah penuturan Sa'ad bin Abi Waqash :
"Engkau tahu, demi Allah wahai Ibu, seandainya engkau punya seratus nyawa lalu keluar satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku. Ini makanlah jika engkau mau atau jangan engkau makan."

Subhanallah...itu hanya contoh kecil yang bisa kita jadikan ibroh. Dari situ kita mesti berkaca pada diri kita, apa yang sudah kita lakukan agar bisa meraih nilai terbaik di sisi Allah? Sudahkah kesenangan dunia lebih kecil dalam pandangan kita? Bagaimana dengan keluarga kita, apakah mereka lebih berharga daripada Allah dan Rasul-Nya?

Mulai lah kita berbenah untuk menjadikan Allah dan Rasul-Nya yang utama. Salatlah di awal waktu. Berpuasalah dengan gembira di bulan Ramadhan. Jagalah pergaulan dengan lawan jenis yang non mahram. Berdakwahlah dengan segenap curahan kemampuan yang kita punya. Dan raihlah nilai tertinggi di sisi Allah Azza wa Jala, agar pintu surga terkuak untuk kita.

Wallahu a'lam bish shawwab. []

Handil Bakti, 09032019

#OPEy2019
#Part7
#Day6
#Gemesda
#MenyalaBersamaRevowriter
#Revowriter5

#SerialTaqarrubIlallah03

Oleh : Laila Thamrin

Merapat Pada Allah dengan Amalan Nafilah


Para sahabat dan salafus saleh merupakan generasi terbaik yang memberikan teladan terbaik pula. Sosok mereka tak hanya sekokoh karang memegang yang wajib dan menjauhi yang haram. Namun juga, selalu berhias dengan amalan nafilah.

Amalan nafilah atau sunnah, bagi para Sahabat dan salafus salih, bukanlah sebagai amalan kelas dua yang tak menggiurkan. Tapi sebaliknya, setiap ada kesempatan, mereka senantiasa melakukan yang sunnah untuk menambah pundi pahalanya. Bahkan terlihat seolah yang sunnah pun seperti sebuah kewajiban. Saking bersemangatnya mereka melaksanakannya.

Kita pun patut bercermin pada kebiasaan baik mereka ini. Karena Rasulullah Saw juga telah memberikan suri teladan yang terbaik bagi kita, umatnya. Beliau selalu memotivasi kaum muslimin agar terus melaksanakan kebaikan.

Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Hendaknya kalian melaksanakan qiyamul lail (salat tahajjud), sebab sesungguhnya itu adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menjadi penebus untuk berbagai keburukan, melarang dari dosa, mengusir/menjauhkan penyakit dari jasad, dan di dalam malam itu ada saat-saat yang di dalamnya doa diijabah." (HR. Ath-Thabarani, at-Tirmidzi, Ahmad, dll)

Salat tahajjud merupakan momen yang paling tepat bagi semua mukmin untuk bersujud dan mengadukan apapun kepada-Nya, diluar salat wajib tentunya. Terlebih para pengemban dakwah yang menginginkan segera tegaknya syari'at Allah Swt di bumi ini. Dengan sistem Khilafahnya. Dengan seluruh peraturan hidupnya yang berpijak pada Alquran dan as-Sunnah. Minta lah kepada Allah saat tahajjud, agar semua bisa terwujud.

Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, "Saya tidak menemukan dari ibadah sesuatu yang lebih kuat daripada salat di tengah malam." Ditanyakan kepadanya, "Mengapa orang yang melakukan salat tahajjud termasuk manusia yang paling bagus wajahnya?"  Beliau menjawab, "Sebab mereka berkhalwat dengan ar-Rahman (Zat Yang Maha Pengasih), maka Dia memakaikan pakaian dari cahanya-Nya kepada mereka."

Banyak lagi amalan sunnah lainnya. Seperti salat dhuha, salat tarawih, salat witir, salat istikharah, dan lainnya. Juga memperbanyak sedekah, menunaikan zakat, puasa sunnah, dan sederet kebaikan lainnya. Apabila kita rajin mengamalkannya, maka akan merapatkan jarak kita dengan  Al Khalik. Dan apapun doa kita, niscaya Allah akan senang mengijabahnya.

Tengoklah kisah kemenangan Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel. Dia perintahkan pasukannya untuk berpuasa di hari Senin, 19 Jumadil Ula tahun 757 H. Sebagai upaya bertaqarrub kepada Allah, sekaligus penyucian jiwa-jiwa para ksatria ini agar siap berperang. Setelah berbuka dan melaksanakan salat berjama'ah, Sulthan pun berkhutbah di depan pasukannya untuk memompa semangat mereka. Hingga keesokan harinya, pasukan ini pun meringsek memasuki Konstantinopel melalui gunung, membawa kapal-kapal mereka mendaki. Sampai pertolongan Allah pun menghampiri mereka. Dan kemenangan tersemat manis di dada pasukan al-Fatih.

Kisah fenomenal ini menjadi bukti kepada kita, betapa amalan nafilah, yaitu puasa sunnah yang dilaksanakan oleh pasukan Sulthan Muhammad al-Fatih telah menghantarkan kemenangan besar bagi umat Islam.

Karenanya, mulai sekarang berapa pun usia menjelang, kita upayakan untuk terus meningkatkan amalan nafilah ini.  Supaya semakin rapat dengan-Nya. Dan terus berdoa agar pertolongan Allah untuk tegaknya syariat Islam ini disegerakan oleh-Nya.
Aamiin.

Handil Bakti, 08032019


#OPEy2019
#Part7
#Day4
#Gemesda
#MenyalaBersamaRevowriter
#Revowriter5

Rabu, 13 Maret 2019

#SerialTaqarrubIlallah02

Indahnya Membaca Alquran
Oleh : Laila Thamrin


Rasulullah Saw bersabda :
"Sesungguhnya orang yang di dalam hatinya tidak ada sesuatu pun dari Alquran adalah seperti rumah yang roboh." (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ath-Thabarani, al-Hakim, al-Baihaqi)

Pernah melihat orang yang limbung karena banyak masalah? Atau justru pernah anda merasakan sendiri begitu banyaknya masalah mengepung? Lalu, jika anda baca Alquran perlahan-lahan, bagaimana rasanya?

Saya pernah merasakan itu. Begitu banyaknya ujian yang seolah menghimpit hidup ini. Namun ketika saya mengakrabkan diri dengan membaca Alquran, seolah semua ujian itu ringan dipikul. Dan jalan keluar pun berdatangan.  Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw, bahwa Alquran seperti nyawa dalam sebuah rumah, jika tak ada sentuhan Alquran akan robohlah rumah itu.

Alquran merupakan kalamullah. Berisi tentang petunjuk hidup manusia selama di dunia. Merupakan satu-satunya kitab di dunia yang jika dibaca oleh manusia akan mendatangkan pahala bagi pembacanya, juga yang mendengarkannya. Bahkan pahala yang di dapat dinilai huruf demi huruf, meski si pembacanya terbata-bata.
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitabullah (Alquran) maka baginya satu pahala kebaikan. Dan satu pahala kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf, dan MIIM satu huruf." (HR. Tirmidzi)

Rugi sekali jika telah mengaku Muslim, namun jarang menyentuh Alquran. Karena membaca Alquran mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.
Allah Swt berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur'an) dan melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi." (QS. Fathir [35] : 29)

Rasulullah Saw sering memilih pemimpin suatu delegasi untuk urusan negara dari banyaknya hafalan mereka. Yang paling banyak hafalannya, atau yang paling bagus bacaannya, itulah yang terpilih.

Dalam hadits Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah Saw mengutus delegasi berjumlah beberapa orang, lalu beliau meminta mereka membaca Alquran. Beliau meminta tiap orang untuk membaca Alquran, yakni yang dia hafal. Beliau datang kepada salah seorang laki-laki dari mereka yang paling muda usianya. Beliau bersabda, "Apa yang engkau hafal, ya Fulan?" Dia menjawab, "Aku hafal ini dan ini dan surat al-Baqarah." Rasulullah saw pun bersabda, "Apakah engkau hafal surat al-Baqarah?" Dia menjawab,"Benar." Rasulullah saw bersabda,"Berangkatlah, dan engkau menjadi pemimpin (amir) mereka." (HR. Ibnu Hibban)

Begitu istimewa orang yang membaca Alquran dan mampu menghafalnya. Orang yang membaca Alquran hendaknya dalam keadaan khusyu', tadabbur dan tunduk. Disunnahkan hingga menangis dan berusaha menangis. Disunnahkan juga membacanya seperti Rasulullah Saw, yaitu dengan tartil, tidak lambat dan tidak cepat. Beliau membaca dengan jeda di tiap ayat.

Jadikanlah Alquran teman terbaik kita. Di kala suka maupun duka. Bacalah di setiap kesempatan yang kita punya. Resapi isinya. Dijalankan semua perintah yang ada di dalamnya. Jauhi larangan Allah yang termaktub di sana. Karena Rasulullah Saw bersabda, "Bacalah Alquran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa'at kepada orang yang membacanya." (HR. Muslim)

Wallahua'lam bish shawwab.[]

Handil Bakti, 13032019

#MenyalaBersamaRevowriter
#Revowriter5