Sabtu, 20 April 2019

Peradaban Islam, Peradaban Dunia

Oleh : Laila Thamrin

Andai hidup kita bisa diputar ulang ke belakang, dan menembus ruang waktu yang lampau, kita akan dapati begitu mencoloknya perbedaan dunia Islam dan dunia Barat. Terlebih jika mesin waktu itu kita hentikan di abad ke-10 Masehi. Kita akan terkesima dengan kesempurnaan peradaban Islam yang mewarnai dunia. Dan kita pun akan tercengang menatap peradaban Barat yang tertinggal jauh di belakang.

Dalam buku "Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia" karya Dr. Raghib as-Sirjani, dituliskan dalam pengantarnya bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga ke-10 M merupakan negeri tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah yang dibangun hanya berupa tumpukan batu-batu kasar yang diperkuat dengan tanah halus. Bahkan berpintu sempit dan tak berjendela.

Cara hidupnya juga masih tak teratur. Mereka biasanya punya satu ruangan besar dalam rumahnya tempat berkumpul bagi seluruh keluarga, pelayan dan kerabat lainnya. Jika malam menjelang, mereka akan tidur beralaskan tanah di rumah itu atau di bangku-bangku panjang yang kadang tersedia. Seluruh anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, tidur dan makan di satu ruangan yang sama. Senjata senantiasa ada di samping kepala saat mereka tidur, karena pencurian sering terjadi.

Bahkan digambarkan bahwa Barat belum mengenal kebersihan. Sampah dan kotoran hewan menumpuk di sekitar rumahnya. Hingga menerbitkan bau busuk yang menyengat. Terkadang, hewan-hewan peliharaannya pun dimasukkan ke dalam rumah, berkumpul bersama seluruh anggota keluarganya.

Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan negara Islam. Saat Islam melingkupi banyak negeri di benua Asia, Eropa dan juga Afrika, peradabannya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Kota-kota tertata dengan apik. Rumah-rumah dengan kondisi yang bersih dan nyaman. Kesehatan masyarakatnya pun terjamin. Bahkan menjadi pusat ilmu bagi seluruh dunia.

Kita bisa tengok kota-kota seperti Cordoba, Granada dan Sevilla yang terdapat di Eropa saat Islam menaunginya. Di malam hari, Cordoba terlihat terang bercahaya karena lampu-lampu yang terpasang di sepanjang jalannya. Lorong-lorong jalan dihiasi batu ubin. Taman-taman indah dan kebun-kebun yang rindang bertebaran di seluruh kota.

Begitupun Granada, satu kota di Spanyol, yang terkenal dengan istana al-Hamra. Satu bangunan indah yang merupakan kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan Bani Ummayyah. Dibangun di atas sebuah bukit menghadap kota Granada. Di sekeliling bukit tersebut terdapat hamparan ladang pertanian yang sangat luas. Hingga sekarang sisa-sisa kemegahan  istana ini menjadi perhatian para wisatawan manca negara yang berkunjung ke sana.

Sevilla lain lagi. Kota yang juga di Spanyol ini pernah menjadi pusat produksi minyak zaitun. Ada sekitar 100.000 tempat pemerahan minyak zaitun di sini. Hampir seluruh sudut kota ditumbuhi pohon zaitun. Selain itu, kota ini terkenal dengan tenun sutranya. Terdapat 6000 alat tenun yang dimiliki.

Kota-kota ini telah mengalami kemajuan pesat dibandingkan Inggris, padahal semuanya berada di benua Eropa. Sungguh, Eropa menjadi bercahaya karena peradaban Islam mewarnainya. Bukan dari peradaban Barat yang masih tenggelam.

Sementara Baghdad, kota di Jazirah Arab yang juga sangat terkenal karena keindahan arsitekturnya. Di masa Khalifah al-Mansur, kota Baghdad yang kecil dan sempit disulap menjadi daerah yang megah. Khalifah mengerahkan para insinyur teknik, arsitek, dan ahli ilmu ukur untuk membangunnya. Perlu biaya 4.800.000 dirham yang dikeluarkan negara untuk pembangunan ini.

Sungai Efrat dan Tigris memiliki 11 cabang yang airnya mengalir ke seluruh rumah dan istana Baghdad. Di sungai Tigris terdapat 30.000 jembatan dan 60.000 tempat pemandian. Masjid-masjid pun berdiri megah di seluruh kota. Ada 300.000 buah masjid yang dibangun dengan arsitektur indah bercorak budaya Islam.

Sementara penduduknya kebanyakan tercetak menjadi ulama, sastrawan dan juga filsuf. Dan sentuhan arsitektur Islam di negeri-negeri tersebut masih bisa dirasakan hingga saat ini. Meski sudah tak seutuh di masa kejayaannya.

Ini hanyalah sebagian kecil bukti bahwa peradaban Islam pernah berdiri kokoh di bumi ini. Bahkan menjadi mercusuar dunia. Peradaban Islam yang mengajarkan tentang thaharah(bersuci) telah menjadikan kehidupan masyarakat bersih dan sehat.

Peradaban Islam yang mengajarkan tentang kewajiban menuntut ilmu telah melahirkan insan-insan yang cerdas. Mereka abadikan dalam ribuan buku-buku yang bermanfaat.  Hingga hasil karya para ulama yang sekaligus ilmuwan ini mampu mencetuskan inovasi dalam kehidupan umat manusia sampai sekarang.

Peradaban Islam juga yang mengajarkan tentang aturan hidup dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan bidang-bidang lainnya. Sehingga mampu mengubah kondisi kehidupan masyarakatnya menjadi tentram dan sejahtera. 

Betapa peradaban Islam telah mampu mengubah wajah dunia. Yang dulunya kelam, gelap, suram dan tidak teratur telah berubah menjadi indah, damai, sejahtera dan bercahaya. Bahkan seluruh mata dunia tertuju pada Khilafah Islamiyah yang menjadi "role of model" negeri-negeri kafir saat itu. Sekaligus sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia dan rujukan atas semua persoalan manusia.

Tidakkah kondisi ini membuat kita rindu untuk kembali dalam pengaturan Islam? Dimana peradaban Islam memuliakan seluruh manusia. Memperhatikan kebutuhannya. Melayani dengan sepenuh cinta. Tak ada yang ingin diraih oleh para penguasa negara Islam kecuali ridha Allah semata, dan berharap surgaNya.

Dan inilah yang saat ini sangat dibutuhkan dunia. Peradaban Islam yang berpijak pada Alquran dan Sunnah Rasul-Nya. Yang akan menghantarkan setiap insan menuju Jannah-Nya. Peradaban Islam memang layak menjadi peradaban dunia. []

#postingbareng
#peradabanIslam
#peradabanliterat
#miladrevowriter

Kamis, 04 April 2019

Warisan Peradaban Islam yang Tenggelam

Oleh : Laila Thamrin

Telah lama Barat menganggap bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang mereka raih, karena mereka fokus pada kehidupan dunia dan meninggalkan agama. Karena sejarah panjang era kegelapan telah membuat mereka alergi terhadap agama.

Berbeda dengan Islam. Sebagai ideologi, Islam justru tak memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Semua satu kesatuan yang menyeluruh dan tak bisa dipisahkan. Bahkan karena keagungan ajaran Islam, muncullah para ilmuwan Islam yang diakui dunia. Mereka tak sekedar ilmuwan, tapi juga sekaligus menjadi ahli ibadah, ahli hadits, ahli ilmu alquran dan berbagai gelar lainnya yang tersemat.

Sejarah mencatat bahwa lahirnya para ilmuwan muslim ini justru saat mereka hidup dalam naungan syariat Islam, naungan Khilafah Islamiyah. Sebelum Islam datang, bangsa arab hanya mengenal ilmu sejarah dan geografi hanya sedikit. Tetapi, sejak Islam tegak mengharuskan perluasan wilayah dengan jihad. Sehingga kaum muslimin haruslah menjelajah berbagai daerah. Menempuh daratan, gunung, lembah, sungai, lautan dan berbagai bentang alam lainnya. Dari sini, berkembanglah ilmu sejarah dan geografi dari para ilmuwan muslim.

Tak hanya itu, kaum muslimin juga mulai mempelajari tentang hewan dan tumbuhan. Hewan-hewan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Juga tumbuhan yang berguna bagi pengobatan. Sehingga ilmu zoologi dan botani juga digeluti oleh para ilmuwan muslim demi keberlangsungan hidup manusia.

Sekolah-sekolah juga kemudian dibangun oleh khalifah. Pada masa Khilafah Bani Abbasiyah, khususnya zaman Khalifah al-Mansur dan Khalifah al-Makmun, banyak aktivitas dilakukan untuk menerjemahkan karya ilmiah. Dan pada akhir abad ke-10 telah banyak karya ilmiah penting yang dihasilkan. Banyak para penerjemah yang terkenal dari berbagai suku bangsa, seperti Naubakht dari Persia dan Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dari Arab.

Tak cukup sampai disitu, berbagai bidang ilmu lainnya pun dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Kita mengenal sebagian nama-nama mereka hingga saat ini. Sebut saja al-Biruni yang terkenal di bidang kimia dan botani, al-Idrisi di bidang geografi, Ibnu Sina di bidang kedokteran, al-Khawarizmi di bidang matematika, dan sederet nama-nama ilmuwan lainnya.

Dan yang paling membanggakan bahwasanya ilmu yang mereka temukan tetap dijadikan sebagai acuan bagi ilmu-ilmu terapan masa kini. Dari merekalah akhirnya kita bisa mengenal arah kiblat, arah mata angin, memilih menu makanan sehat, memasak dengan cara mudah dan cepat, dan lain sebagainya.

Inilah karya ilmuwan muslim di masa keemasan peradaban Islam. Yang menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan selanjutnya. Semua tak lepas dari peran negara yang memberikan ruang dan kesempatan besar pada mereka. Memberikan fasilitas secara cuma-cuma untuk mereka belajar dan mengembangkan risetnya. Sarana dan prasarana berupa bangunan sekolah dan asrama, buku-buku yang diperlukan, alat-alat laboratorium untuk penelitian, dan lain sebagainya. Bahkan, perpustakaan menjadi perhatian negara pula. Dan terus di dorong oleh negara agar kaum muslimin mencintai ilmu. Hingga karya-karya mereka dibukukan dengan rapi dan menjadi bahan literatur generasi selanjutnya.

Demikianlah warisan peradaban Islam yang kita miliki. Sejatinya, warisan ini tetap terjaga dalam naungan Khilafah Islamiyah. Namun sayang, saat ini warisan peradaban Islam ini tenggelam dalam hiruk pikuk kapitalisme yang menyelimuti dunia. Sehingga, banyak generasi muda Islam tak kenal dengan peradabannya sendiri. Kini saatnya kita berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah tegak di muka bumi. Agar peradaban Islam kembali berdiri dan kokoh hingga akhir zaman nanti.[]

#postingbareng
#peradabanIslam
#peradabanliterat
#miladrevowriter
#revowriter5