Sabtu, 30 Desember 2017

MENANTI PRESTASI TERBAIK

Tahun 2018 tinggal menghitung hari. Tapi prestasi apa yang tercatat di negeri ini?

Coba kita susuri...subsidi BBM dan listrik dipangkas, retribusi kendaraan bermotor dan pajak dinaikkan, gas melon mau berubah jadi strowberry, kasus korupsi kian menjamur, kasus beras Maknyus dan daging keong sawah, kelahiran PERPPU No. 2 Tahun 2017, persekusi ulama, heboh penjualan aset BUMN, dan yang paling fenomenal eLGeBeTe.
Wow....itu baru rekaman saya saja, yang mungkin banyak kurangnya. Karena persoalan negeri ini seperti pasir...banyak, tak terhitung lagi !

Tapi itu saja rasanya sudah bikin miris hati. Mau sampai kapan kita begini? Sudah 72 tahun loh Indonesia diberikan kemerdekaan, tapi ko ya berasa ga pernah sejahtera? Malah makin kesini makin susah kehidupan rakyatnya.

Emang sih, kalo dilihat sepintas pembangunan di seluruh negeri ada peningkatan. Jalan-jalan diperkotaan meningkat jadi ada jalan layangnya. Gedung-gedung meningkat sampai lantai 15, bahkan lebih. Rumah-rumah juga banyak yang dibagun dengan peningkatan kualitasnya. Tapi apakah semua rakyat menikmatinya? Ataukah hanya dinikmati oleh segelintir manusia saja? Yuk mikir ! 😒

Neoliberalisme dan Neoimperialisme telah mencengkeram negeri ini dengan sangat kuatnya. Peran negara yang harusnya menjadi pengelola kekayaan milik rakyat untuk kesejahteraan rakyat telah bergeser menjadi sekedar regulator dalam pengelolaannya, dan tidak untuk kesejahteraan rakyat. Maka swasta pun bisa berperan serta dalam mengeruk kekayaan milik rakyat ini, yang pada dasarnya orientasinya adalah "untung-rugi". Bukan lagi pada "pelayanan umat".

Belum lagi HAM selalu didengungkan di telinga rakyat Indonesia Raya ini, jadinya makin berkembanglah aliran kepercayaan sampai aliran sesat dalam agama, pergaulan bebas yang berujung aborsi, dan maraknya kelompok pelangi di kalangan muda-mudi. Dan parahnya, ini mendapatkan legalisasi dari para penguasa negeri ini. Edan!

Mau jadi apa sih negeri ini sebenarnya? Negeri ini ko ya sekuler banget padahal masyarakatnya mayoritas muslim. Sedih rasanya.

Padahal negara itu dalam Islam adalah sebagai pelindung umat. Pemimpinnya haruslah menjadi pelayan umat dan memastikan setiap individu rakyatnya terpenuhi hak-haknya, terjaga aqidahnya, terpelihara jiwa dan kehormatannya, serta aman harta bendanya.

Rasulullah SAW bersabda :

…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Ahmad).

Jadi jika setiap keputusan yang dibuat oleh penguasa berakibat kesengsaraan bagi rakyatnya dia akan berdosa. Ini dzolim namanya. Dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah kelak di akhirat.

Tentu kita sangat merindukan pemimpin umat selembut Abu Bakar Ash Shiddiq ra, setegas Umar bin Khattab ra, sepenyayang Utsman bin Affan ra dan secerdik Ali bin Abi Thalib ra. Yang semuanya memberikan "Prestasi Terbaik" untuk umat Islam. Pun para Khalifah sesudah mereka hingga keruntuhan Daulah Khilafah di tahun 1924.

Semoga tahun 2018 segera terwujud Kekhilafahan 'ala minhajjin nubuwwah.

Laila Thamrin
30122017

#YukDakwah!
#YukHijrah!
#TerapkanSyariatIslam
#TegakkanKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#Revowriter
#PenulisBelaIslam
#BeraniNulisBeraniDakwah

LGBT DAN MASA DEPAN GENERASI

Bergidik saya membaca berbagai berita di media massa tentang kelakuan para LGBT ini. Dalam tahun ini saja (2017) kita pernah disuguhi berita pernikahan Gay di Bali, pernikahan di Jember yang ternyata baru diketahui suaminya perempuan setelah menikah beberapa hari. Pencidukan segerombolan lelaki disebuah ruko di Kelapa Gading Jakarta sedang pesta seks sesamanya. Ini baru beberapa yang masih segar diingatan kita, karena diekspos di media massa. Lah yang "gaib" alias tak kelihatan secara kasat mata bagaimana? Yang terjadi disudut-sudut kota bahkan ke pelosok-pelosok desa apa ceritanya? Inilah fenomena gunung es.

Tak salah kiranya apa yang disampaikan oleh Sekretaris Komisi Dakwah MUI, Fahmi Salim bahwa LGBT tersebut merupakan bahaya tersembunyi alias bahaya laten yang bisa merusak generasi bangsa, karena merupakan budaya luar yang dipaksakan bagi bangsa Indonesia. (republika.co.id, 22/05/17).

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) sudah mulai menyeruak di Nusantara sejak era tahun 60-an. Gerakan ini mulai berkembang melalui berbagai organisasi yang diprakarsai oleh kaum wanita transgender alias waria. Sekitar tahun 1980-an, para pria gay dan wanita lesbian semakin mengibarkan sayapnya dengan membentuk berbagai organisasi kecil dan beberapa media massa. Sebut saja organisasi Lambda Indonesia, Gaya Nusantara, Chandra Kirana. Juga beberapa media massa yang mereka terbitkan seperti Gaya Nusantara, Gaya Lestari, Jaka. Mereka terus bergerak tak kenal lelah. Jaringan mereka besar dan memiliki lebih dari 100 organisasi di 28 provinsi di Indonesia. Mereka menyentuh hampir setiap lapisan masyarakat. Mengutip data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2012, yang dilansir oleh sindonews.com, ada sekitar 1.095.970 laki-laki yang berperilaku menyimpang. Jumlah ini naik 37% dari tahun 2009. Dan diyakini, jumlah penganut homoseksual hingga 2017 sudah meningkat signifikan.

Pada  tanggal 13-14  Juni 2013, telah diselenggarakan Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia di Nusa Dua, Bali. Dialog yang diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) bersama United States Agency for International Development (USAID)  ini menghadirkan 71 peserta dari 49 lembaga yang mewakili organisasi LGBT di Indonesia. Dialog ini dinarasikan dalam laporan setebal 85 halaman yang berjudul Hidup sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia. Atau lebih dikenal dengan "Being LGBT in Asia."

Kelompok LGBT ini tak main-main. Fakta-fakta diatas merupakan pengokohan akan besarnya usaha mereka untuk mengeksiskan diri. Apalagi dukungan dana yang tak sedikit oleh UNDP bekerjasama dengan Kedutaan Besar Swedia di Bangkok dan USAID. Tercatat kucuran dana USD 8 juta atau senilai Rp. 107,8 milyar untuk mendukung komunitas pelangi ini. Proyek ini dimulai sejak Desember 2014 hingga September 2017.(sindonews.com, 12/2/2017)

HAM adalah kendaraan yang membawa mereka bisa melenggang ke negeri-negeri muslim. Apalagi setelah pengakuan Amerika Serikat pada tahun 2015 terhadap perkawinan sejenis di negaranya. Ini  membuat kelompok pelangi semakin kuat secara politis. Memilih pasangan hidupnya itu adalah  kebebasan yang dilindungi oleh HAM. Tak ada yang boleh melarangnya.

Saling menyukai sesama jenis, atau dua jenis sekaligus ataupun merubah kelamin merupakan orientasi seks menyimpang dan tak sesuai dengan fitrah manusia. Tapi bagi mereka itu sah-sah saja, karena sekulerisme yang menjadi pijakannya,  maka agama tak boleh mengurusi hidupnya. Jadi ngapain hukum Allah mengatur orang sampai ke ranjang? Yang jadi masalah, sasaran mereka tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.  Sudahlah hubungan sesama jenis tak akan melahirkan keturunan, ditambah lagi generasi yang ada menjadi rusak karena perbuatan mereka ini. Hal ini tentu mengancam tatanan kehidupan. Tak hanya merusak hubungan keluarga,  tapi juga mengancam generasi manusia. Dan parahnya lagi menimpa pula keluarga-keluarga muslim di dunia.

Belum lagi kalo kita bicara penyakit yang menyertainya. Telah jamak kita ketahui bahwa penyakit yang paling sering ditemui pada pelaku LGBT ini adalah Sifilis dan HIV-AIDS.  Menurut dr. Dewi Inong Irana, SpKK, justru seks sesama jenis beresiko tinggi terjangkiti HIV AIDS. Bahkan 1 dari 4 LSL (Lelaki Seks dg Lelaki) positif HIV-AIDS.(ILC TV One, 19/12/2017) Bayangkan jika satu saja lelaki di dalam sebuah keluarga terjangkit penyakit HIV-AIDS ini, berapa banyak korban berikutnya akan timbul?

Secara fitrahnya, manusia yang diciptakan oleh Allah SWT ada dua jenis, laki-laki dan perempuan. Mereka diberikan rasa cinta satu sama lain yang kemudian dilegalkan dalam pernikahan. Dari pernikahan inilah akan lahir anak keturunan yang terus berkembang. Maka nasab pun akan terjaga. Allah sudah tetapkan bahwa melahirkan keturunan itu tugasnya perempuan, sedangkan laki-laki sebagai pelindung dan pemberi nafkahnya. Dari zaman Nabi Adam dan Siti Hawa fitrah ini sudah ditetapkan oleh Allah. Hingga kiamat datang, takkan mungkin tertukar. Jikalau fitrah ini ditolak, maka akibatnya muncullah perilaku seks yang menyimpang. Dan ini karena hawa nafsunya lebih dominan dibandingkan ketundukannya pada syariat.

Anak-anak dan keluarga terancam. Harus ada satu tindakan tegas untuk menghentikan ini semua. Tak hanya keluarga yang perlu aksi, tapi juga seluruh masyarakat, dan yang lebih utama adalah peran negara. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam, pernah menyampaikan kekhawatirannya akan kelompok LGBT ini. Menurutnya pemerintah harus tegas lindungi anak-anak Indonesia dari paparan orientasi seks menyimpang. (detik.com, 13/2/2016)

Islam  telah memberikan cara pendidikan yang baik kepada anak-anak dalam pergaulan sehari-hari. Seperti memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan ketika usia 10 tahun, menanamkan rasa malu ketika terbuka aurat sejak kecil, menegaskan perbedaan gender dan bagaimana peran mereka sesuai gender sejak usia dini, menghindari paparan pornoaksi dan pornografi disekitar mereka, mengajarkan ilmu tentang hukum-hukum syariat lainnya yang terkait dengan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam Islam. Semua ini tentunya tugas orang tua bersama masyarakat disekelilingnya, agar anak-anak terhindar dari orientasi seks yang menyimpang.
Sedangkan pelaku homoseks atau liwath ini akan mendapatkan sanksi yang tegas dari Negara Islam, berupa hukuman mati atau diasingkan. Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!" (HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462)

Putusnya mata rantai penyebaran LGBT dengan hukum yang tegas seperti inilah yang saat ini belum ada. Sehingga perilaku mereka akan terus menyebar seperti virus keseluruh lapisan masyarakat. Pencegahan oleh keluarga saja takkan cukup menghalangi penyebarannya. Kita butuh negara yang mengatur sanksi terhadap pelaku LGBT sesuai syariat Islam, agar tertutup celah dan ruang bagi penyebaran virus ini. Karena peran negara dalam Islam mengatur urusan rakyatnya, bahkan sampai ruang privat sekalipun. Agar keluarga muslim bisa mencetak generasi unggul dan cemerlang.

By : Nurlaila Sari Qadarsih, SP *)

*) Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini
*) Dipublikasikan pada rubrik Opini koran harian Radar Banjarmasin, Rabu 27 Des 2017

Rabu, 27 Desember 2017

SUARAKAN KEBENARAN

Tak penting siapa kita, terkenal atau pun tidak, selama kita suarakan kebenaran, maka pasti banyak membawa kemaslahatan. Cepat atau lambat. Jadi jangan baper ya, kalo seruan kebaikan kita masih diabaikan. Ntar, suatu hari pasti ada yang kan mencari.

Suarakan terus kebenaran, dengan perbuatan, lisan dan tulisan. Allah takkan menghitung, berapa banyak yang mengikuti kita. Tapi Allah kan menghitung berapa banyak seruan kebaikan kita. Dan jika banyak yang mengikuti seruan kita, bonus pahala kan masuk tak terhingga.

Tapi, jangan coba-coba serukan kesalahan dan kebatilan. Karena Allah kan berikan bonus dosa dari para pengikutnya. Maka jangan kaget ketika suatu hari kita kan menjadi seorang yang Muflis, bangkrut. Naudzubillahi mindzalik. Semoga kita dijauhkan dari keburukan ini.

Yuk, mari kita serukan kebenaran dan kebaikan. Agar kita menjadi orang yang beruntung dunia akhirat.

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran : 104)

Laila Thamrin
27122017

#IslamRahmatanLilAlamin
#PenulisBelaIslam
#BeraniNulisBeraniDakwah

Selasa, 26 Desember 2017

Seikat Bunga Ungu


Sesuatu yang sederhana, bisa jadi luar biasa hanya karena rasa.
Tak perlu kata-kata, cukup seikat bunga ternyata bisa menyampaikan rasa itu.
Meski saya tak berharap ada kata di hari istimewa, tapi ternyata ananda ingin mengungkap rasa.
Dan meski tak terucap dan tak terlihat, tapi seorang ibu pasti kan tahu akan rasa itu.
Memang tak layak latah merayakan sesuatu yang tak pernah ada.
Tapi, pemberian seorang anak patut mendapatkan apresiasi karena pastilah itu lahir dari sebuah "cinta".

Love you my kids, you are the best gift in my life
😍😍😍😍😍

Laila Thamrin
26122017

#SeikatBungaUngu
#HadiahdiHariIbu
#Buahtangandaripondok

Senin, 25 Desember 2017

WASPADAI SERUAN ISLAM MODERAT

Waspadai Seruan Islam Moderat

Oleh: Laila Thamrin

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan beragama secara ekstrem bukanlah cara beragama yang diajarkan Rasulullah SAW. Hal ini diungkapkannya saat sambutan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1439 H yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/11/2017) malam.

Lukman Hakim juga mengatakan bahwa umat Islam dihadirkan sebagai ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan), umat pertengahan, umat moderat, umat yang adil, umat yang anti terhadap sikap ekstrimisme dan tindakan yang melampaui batas. (eramuslim.com)

Pernyataan Menag ini cukup menggelitik. Pasalnya, dia menyebutkan kata ekstrem dan wasathan, dua kata yang secara arti terkesan berseberangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata ekstrem adalah 1. Paling ujung (paling tinggi, paling keras); 2. Sangat keras dan teguh; fanatik. Berarti jika disematkan dengan pernyataan “beragama yang ekstrem” akan menjadi “beragama dengan sangat keras dan teguh; fanatik.” Sedangkan kata wasathan sering dimaknai sebagai pertengahan atau moderasi, yang memang menunjuk pada pengertian adil.

Jadi apa yang disampaikan oleh Menag intinya bahwa Rasulullah SAW itu tidak mengajarkan beragama secara ekstrem. Dan umat Islam adalah umat yang berada dipertengahan atau moderat. Umat Islam yang moderat itu biasanya ditunjukkan dengan sikap seorang muslim yang terbuka kepada siapa saja, baik kepada sesama muslim, non muslim, bahkan kepada orang yang atheis sekalipun. Toleran terhadap penganut agama lain, mengakui pelaku LGBT, menerima keberadaan PSK, menyetujui nikah beda agama atau nikah sesama jenis, menjadikan adat sebagai bagian dari syariat, dan sebagainya. Namun di sisi lain alergi dengan jilbab, jihad dan syariat.

Rakyat terus digiring untuk menerima Islam moderat sebagai bagian dari hidupnya. Hal-hal demikian dianggap sebagai perilaku umat Islam yang baik, yang wasathan atau moderat. Bahkan pemahaman Islam moderat ini juga telah dikukuhkan dalam Deklarasi Serpong pada Senin, 21 November 2017, bersamaan dengan acara International Islamic Education Expo (IIEE) atau Pameran Pendidikan Islam Internasional 2017 di Serpong, Tangerang Selatan.
Dalam acara tersebut, Deklarasi Serpong diucapkan bersamaan oleh perwakilan beberapa ormas Islam, diantaranya NU, Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, dan Al Khairat. Serta Rektor  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya mewakili pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, “Isi Deklarasi Serpong adalah bagaimana kita menjadikan Islam wasathiyah, Islam yang rahmatan lil alamin sebagai pedoman untuk menyebarkan Islam moderat.” (detiknews.com)

Islam moderat tidak pernah dikenal dalam Islam dan bukan berasal dari Islam. Barat memang sangat suka memberikan berbagai label untuk mengkotak-kotakkan umat Islam. Taruhlah seperti Islam Fundamental, Islam Radikal, Islam Liberal, Islam Nusantara, Islam Moderat, dan sebagainya. Tujuannya agar antar kelompok dalam Islam ini saling cela, menjatuhkan dan bermusuhan, hingga akhirnya terjadi perpecahan. Jadi jelas, istilah ini bukan berakar dari Islam.
Pemahaman Islam moderat ini sangat berbahaya bagi umat. Islam moderat akan dijadikan sebagai senjata untuk melemahkan aqidah umat. Karena akan menjauhkan dari ajaran Islam yang sesungguhnya...
Ajaran Islam akan senantiasa dikompromikan dengan keadaan, situasi, kondisi dan siapa yang dihadapi. Dan identitas sebagai muslim yang berkepribadian Islam menjadi kabur karenanya. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda ,”Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi” (HR. Ad Daruquthni).

Dalam Islam, tak pernah ada labeling. Islam itu hanya satu. Islam ya Islam. Seluruh aturan tentang kehidupan manusia termuat di dalam Alquran dan assunah dengan lengkap. Islam yang sekarang tak ada bedanya dengan Islam yang diturunkan di masa Rasulullah SAW. Tak ada yang tereduksi. Yang terus berkembang itu hanyalah persoalan hidup manusia dari masa ke masa. Allah SWT telah menegaskan dalam firmannya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya.”(QS. Ali Imran : 19)  

Islam mengajarkan bahwa Iman itu adalah percaya dan yakin kepada keberadaan Allah SWT sebagai satu-satunya Rabb yang berhak disembah, percaya dan yakin kepada MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Nabi dan RasulNya, Hari Kiamat, serta Qadha-Qadar baik dan buruknya. Islam telah menetapkan tata cara sholat, puasa, zakat dan berhaji. Juga tata cara pernikahan, perceraian, pengasuhan anak, perwalian dan pewarisan.

Islam mengatur hukum-hukum bagi pezina, pencuri, peminum khamr, pembunuh, penjudi, koruptor, pelaku liwath(homoseks), dan pelanggaran lainnya. Begitu juga masalah ekonomi, pendidikan, sosial dan politik. Lengkap tak ada yang tertinggal. Hingga Islam sebagai rahmatan lil alamin akan terwujud jika Islam diterapkan secara sempurna dan menyeluruh, bukan menjadikan Islam Washatan atau Moderat.

Dalam Islam antara al haq dan al bathil itu tegas. Beda Islam dan Kafir itu jelas. Tak ada yang sifatnya ditengah-tengah atau moderat. Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian campur adukkan antara kebenaran(al haq) dan yang bathil, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah : 42)
Beragama yang eksrem justru menjadi hal yang penting bagi umat Islam. Karena hanya dengan beragama dengan “keras dan teguhlah” maka Islam dan umatnya akan tetap terjaga hingga akhir zaman. Sebagaimana firman Allah,“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara Kaaffah dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 208)

Jadi, umat Islam harus waspada terhadap seruan Islam moderat ini yang sebenarnya adalah upaya dari Barat dan musuh-musuh Islam lainnya untuk menjauhkan Islam dari umatnya, memecah belah kaum muslimin dan menghalangi kembalinya kebangkitan Islam. Wallahu’alam bish showwab.
By : Laila Thamrin

*Anggota Komunitas Revowriter
*Tulisan ini telah dipublikasikan di Voa Islam pada Ahad, 10 Desember 2017

Minggu, 24 Desember 2017

PUJIAN

Seorang hamba yang bertaqwa tak perlu pujian dari sesamanya ketika berbuat kebaikan, lebih-lebih ketika melaksanakan kewajiban. Manusia hanya perlu pujian dari Allah semata, karena pujianNya mengandung pahala yang kan menyelamatkan manusia. Dan ini takkan bisa diberikan oleh siapapun kecuali Dia.

Pujian dari sesama manusia kadang bisa menjerumuskan. Karena bisa jadi setelah dipuji, riya kan menghampiri diri. Tapi, kadang disisi yang lain pujian bisa menjadi penyemangat agar diri semakin bertambah-tambah kebaikannya.

Namun, pujian hanya tepat diberikan pada seseorang yang melaksanakan hukum Allah dengan benar. Bukan yang melanggarnya. Apalagi menginjak-injaknya. Karena nilai terpuji dan tercela hanyalah dari sisi Allah semata. Bukan dari manusia.

Jadi, layakkah Hakim-hakim MK mendapatkan pujian, padahal hukum yang mereka agungkan adalah hukum buatan manusia?

أَفَحُكْمَ الْجٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al Maidah : 50)

Laila Qadarsih Thamrin
24122017

#IslamKaffah
#PenulisBelaIslam
#PengingatDiri
#BeraniNulisBeraniDakwah

Sabtu, 23 Desember 2017

MENGAPA HARUS BELA ISLAM ?

Suatu hari yang terik dan panas terdengar sayup-sayup suara merintih, "Ahad...Ahad...Ahad.." Terlihat seorang laki-laki, hitam legam kulitnya, terbaring diatas padang pasir yang panas, dan diatas perutnya terdapat sebongkah batu besar menindihnya. Bukan karena terjadi longsor kala itu hingga si batu ada diatas tubuhnya. Tapi karena memang batu itu sengaja diletakkan oleh Umayyah bin Khalaf, tuannya. Ya...dialah sosok Bilal bin Rabah ra, seorang budak yang berkuli hitam, tengah disiksa oleh tuannya karena keIslamannya. Dia dipaksa untuk kembali kepada agama tuannya. "Sembahlah Latta dan Uzza!" teriak Umayyah bin Khalaf. Bilal tak bergeming. Dia kokoh dengan pendiriannya. Hingga datanglah Abu Bakar Ash Shiddiq ra membelanya. Maka terbebaslah Bilal dari tangan Umayyah bin Khalaf dengan sembilan uqyah emas. Abu Bakar ra telah membelinya. Sekaligus Abu Bakar ra membebaskannya menjadi manusia merdeka, bukan lagi seorang budak.

MasyaAllah...kisah Bilal bin Rabah ra yang sangat masyhur ini mengajarkan kepada kita betapa pembelaan seorang muslim terhadap agamanya akan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Bilal bin Rabah ra kemudian menjadi muazzinnya Rasulullah SAW. Menjadi seorang muslim yang diperhitungkan dalam setiap jihad. Suara merdunya ketika mengumandangkan azzan menjadi penyemangat setiap muslim untuk segera melaksanakan sholat berjamaah. Bahkan hingga sekarang namanya diabadikan sebagai panggilan bagi setiap muazzin di mesjid-mesjid di Nusantara. "Mana Bilalnya?" tanya orang-orang jika sebuah mesjid tak ada yang azan.

Islam memang wajib dibela, karena Allah SWT akan memberikan pahala kepada orang-orang yang menyampaikan perkataan-perkataan yang baik. Dan bagi orang-orang yang merusak Islam, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka. Maka, menulislah untuk membela Islam. Sampaikan semua tulisan kita pada semua orang. Tunjukkan keagungan Islam dengan pena kita. Dan tunjukkan pada dunia bahwa hanya Islam yang layak menaungi mereka di dunia dan akhirat.

مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصّٰلِحُ يَرْفَعُهُۥ ۚ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّـَٔاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۖ وَمَكْرُ أُولٰٓئِكَ هُوَ يَبُورُ

"Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur."(QS. Fathir : 10)

Laila Thamrin
23122017

#kulWA
#AMK4
#PenulisBelaIslam
#BeraniNulisBeraniDakwah