Jumat, 24 Agustus 2018

Buka Mata Buka Hati #13

Warisan
Oleh : Laila Thamrin

Siapa yang tak kenal dengan warisan? Pasti semua orang tahu. Dan kalau bicara warisan, yang terbayang tentulah harta. Tak salah memang. Karena memang seperti itulah adanya.

Warisan merupakan harta yang ditinggalkan seseorang saat dia meninggal dunia. Terkadang harta yang ditinggalkannya ini bisa jadi rebutan. Bahkan perseteruan kaum kerabatnya. Apalagi jika harta yang diwariskan banyak dan menggiurkan. Sudah tabiat manusia menyukai harta. Karena itu memang kesenangan dunia, selain tahta dan wanita.

Beruntung, Islam punya aturan yang jelas berkaitan dengan harta warisan ini. Sehingga, tak perlu payah ahli waris memperebutkan harta si mayit. Tinggal duduk diam saja, jika dia termasuk golongan yang berhak, bagian harta warisan untuknya pun akan didapat.

Namun, sebenarnya tak hanya harta yang layak diperhatikan kala seorang manusia berpulang ke pangkuan Rabbnya. Apalagi jika yang meninggal adalah seseorang yang telah memiliki anak. Ada yang lebih berharga dibanding sekedar uang, rumah, tanah, emas dan permata.

Ayah yang kaya akan mewariskan hartanya pada anak keturunannya. Namun ayah yang salih, tak serta merta mampu mewariskan kesalihannya kepada anaknya. Begitu pun ibu yang ahli ibadah, tak menjamin anaknya menjadi ahli ibadah pula. Lalu bagaimana?

Anak akan mewarisi kesalihan ayah dan ibunya jikalau iman ditanamkan dalam dadanya. Diajarkan tentang keimanan terhadap Rabbnya sejak kecil. Ditanamkan bahwa Allah itu Al Khalik (Maha Pencipta) sekaligus Al Mudabbir (Maha Pengatur). Dikuatkan setiap saat dengan pelaksanaan syariatNya dalam keseharian. Karena Allah juga Maha Mengetahui, sehingga saat manusia lalai dalam melaksanakan perintahNya, Allah pasti tahu.

Karenanya tugas orangtua lah mendidik anak-anaknya dengan iman dan Islam. Sehingga, andai Allah memanggil ayah dan ibunya, anak telah mewarisi iman yang kokoh dan Islam yang kuat. Pahala ayah ibunya pun akan terus mengalir melampaui usianya. Sebab anak yang salih pasti akan melakukan kebaikan dimana saja dan dalam kondisi apapun jua. Dia juga senantiasa  mendoakan kedua orangtuanya, meski keduanya telah tiada.

Lihatlah  bagaimana seorang hamba sahaya berkebangsaan Habsyi yang diabadikan Allah dalam Alquran kala menasihati anaknya. Meski dia hanyalah seorang budak, namun keimanan dan kecerdasan akalnya telah menjadikan pembelajaran berharga bagi umat Muhammad Saw. Ya, dialah Luqmanul Hakim, yang bisa kita ikuti nasihatnya kepada anaknya dalam Alquran Surah Luqman.

Allah Swt berfirman :
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman : 13)

Begitu pula saat beliau memberikan nasihat lainnya pada anaknya. Seperti firman Allah Swt :
"(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. Luqman : 16)

Jelas sekali pada ayat itu Luqman menasihati anaknya dengan nasihat yang jitu. Iman kepada Allah Swt sebagai pondasi yang utama, dan tak menduakanNya pada apapun jua. Lalu berikutnya, pengikat iman tersebut agar tak goyah adalah keyakinan bahwa Allah Swt Maha Mengetahui segala hal yang manusia kerjakan. Meski perbuatan sangat sepele sekalipun, semisal buang angin yang tak terlihat pelakunya oleh siapapun, namun terasa jelas aromanya. Hingga tak ada yang bisa menuduh siapa pelakunya. Namun Allah pasti tahu siapa yang melakukan perbuatan tersebut, meski tak ada pengakuan dari mulut si pelaku.

Banyak dari orang tua sekarang yang sibuk memikirkan anaknya kelak hidup berkecukupan materi. Tapi terkadang lupa memikirkan bagaimana agar anaknya hidup dengan kekokohan iman di dada agar hidup lebih berseri. Harta mudah dicari tetapi tak dibawa mati. Namun iman di hati harus serius dicari, karena dia yang menemani sampai dibawa mati.

Hanya iman yang kokoh yang layak diwariskan kepada anak-anak kita. Agar Islam tetap terus terjaga hingga akhir masa. Dan kembali berjaya di dunia ini. Maka, layak kiranya mulai sekarang kita sebagai orang tua untuk mempersiapkan warisan iman ini untuk anak-anak kita. Jangan sampai terlambat.

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An Nisa: 9)

Wallahua'lam bish shawwab []

13 Zulhijjah 1439 H
24 Agustus 2018

#revowriter
#essay

Jumat, 03 Agustus 2018

Bayang-Bayang Merdeka

Oleh : Laila Thamrin

Sorak-sorai terdengar di seluruh pelosok negeri
Saat Bung Karno mengucap proklamasi
Bayangan kehidupan baru pun menari-nari
Bebas lepas dari penguasa kompeni

Negeri Dam enyah, Paman Sam tertawa
Merdeka di bibir, namun terjerat di raga
Kekayaan  ibu pertiwi dikeruk sesukanya
Rakyat terbelenggu, tergadailah nyawa

Andai semua mau berkaca
Menatap jauh menembus sukma
Pasti bertemu satu muara
Tegakkan Islam kaffah, agar bahagia

Handil Bakti, 03082018

#belajarnulispuisi
#WCWH02

Kecil-Kecil Jadi Pengantin

Oleh : Nurlaila Sari Qadarsih
(Praktisi Pendidikan)

(Telah dimuat di Surat Kabar Harian Radar Banjarmasin pada Sabtu, 28 Juli 2018)

Kamis, 12 Juli 2018 adalah hari yang membahagiakan bagi sejoli ZA dan IB. Tersebab hari itu keduanya mengucap ijab kabul tanda sahnya mereka dalam ikatan pernikahan. Esoknya, tamu-tamu pun berdatangan  saat resepsi sederhana di rumahnya. Suka cita nampak di raut wajah kedua mempelai. Meski sesekali terlihat mereka tersipu malu kala ada tamu yang menyalaminya.

Namun, kebahagiaannya tiba-tiba harus terputus. Pernikahan siri yang dilakukan pasangan ini dianggap tidak sah oleh pejabat terkait. Pasalnya, usia mempelai dipandang tak cukup jika diukur dengan aturan negara. Dalam UU Perkawinan Tahun 1974, usia yang legal untuk menikah bagi laki-laki 19 tahun, sedangkan perempuan 16 tahun. Sementara ZA berusia 14 tahun dan IB 15 tahun. Ternyata meski kecil, mereka telah berani memutuskan jadi pengantin.

Kehebohan perkawinan mereka pun tak hanya di kampungnya, Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, provinsi Kalimantan Selatan. Tapi juga telah viral di dunia maya. Video prosesi pernikahan mereka ramai jadi buah bibir. Dengan mahar 100 ribu rupiah, ZA mantap mengucapkan ijab kabulnya.

Meski orangtua mereka memberikan alasan bahwa pernikahan itu dilakukan karena kuatir akan terjadi “hal yang tidak diinginkan”, namun hukum negara tak bisa mentolerirnya.   Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, mengatakan perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Tapin, Kalsel ini sudah dibatalkan. Sebagaimana dilansir oleh liputan6.com, usai temu media di kantornya. Menurutnya, kasus pernikahan di bawah umur ini sudah sering terjadi. Dan beberapa kasus pun sudah dibatalkan pula.

Masih dari liputan6.com, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ai Maryati Solihah menanggapi adanya kabar viral tersebut. Jika pernikahan tersebut benar adanya, Ai sungguh menyayangkan. Menurutnya, KPAI akan mendalami dan melakukan investigasi terkait hal itu. Sebab perkawinan usia kanak-kanak ini tak lazim dilakukan oleh KUA.

Banyak pihak berpendapat bahwa pernikahan dini berbahaya. Terutama jika ditilik dari segi medis. Karena usia di bawah 16 tahun bagi perempuan organ reproduksinya dianggap belum siap. Sehingga, remaja perempuan yang menikah usia dini berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi, seperti kanker leher rahim, trauma fisik pada organ intim, dan kehamilan berisiko tinggi (preeklampsia), bayi prematur, dan tingginya angka kematian ibu.

Selain itu, faktor ekonomi juga satu hal yang dipersoalkan. Anak di bawah umur masih terkategori usia sekolah, sehingga tak layak bekerja. Lalu darimana mereka bisa membiayai keluarganya?

Belum lagi secara psikologis, kematangan pemikirannya disangsikan mampu melewati berbagai ujian rumah tangga. Hingga sering terjadi pernikahan bubar dengan mudahnya. Apalagi kasus perceraian di Indonesia cukup tinggi, sekitar 350 ribuan di tahun 2016.(republika.co.id) Bahkan sebagaimana dilansir oleh gulalives.co,  meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian.

Pemerintah pun kemudian gencar melakukan sosialisasi program Genre, Generasi Berencana. Program yang diluncurkan oleh BKKBN ini bertujuan mencegah lajunya pernikahan dini di masyarakat. Sasarannya  ke kalangan remaja. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof. Rizal Damanik, mengajak pemuda-pemudi di usia 12-24 tahun untuk merencanakan masa depan dengan baik. Karena itu, dia mengimbau agar pemuda-pemudi tidak menikah dalam usia muda, tidak melakukan hubungan intim pranikah, dan tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.(www.bkkbn.go.id)

Ada Apa Dengan Program Pencegahan Pernikahan Dini?

Program pencegahan pernikahan dini ini merupakan program yang dicanangkan oleh UNICEF (United Nations Childrens Fund), salah satu lembaga yang bernaung di bawah PBB. UNICEF mengestimasi setiap tahun 12 juta perempuan memutuskan menikah dini di seluruh dunia. Data dari Unicef tahun 2018 juga menyebutkan angka perkawinan anak di Indonesia berada di peringkat ke-7 se-Asia Tenggara. Ini peringkat yang cukup tinggi. Karenanya, Badan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan PBB menargetkan dunia bebas praktik pernikahan di bawah umur pada 2030 mendatang.

Namun di sisi lain, pencegahan pernikahan dini menyebabkan suburnya pergaulan bebas di kalangan remaja. Hingga seks bebas dan aborsi pun jadi perkara biasa. Perusakan terhadap generasi muslim pun semakin sempurna. Karena kebebasan berbuat yang lahir dari Sekulerisme telah menggejala. Hingga Islam dan Kapitalisme  seolah tiada beda. Padahal sejatinya tak ada yang sama dari keduanya.

Sistem pendidikan sekuler juga turut andil dalam membentuk karakter anak. Hingga saat memasuki usia baligh, anak tidak menunjukkan kematangan jiwa dan pemikirannya. Sekolah lebih berorientasi untuk mendapatkan ijazah. Kemudian mampu bersaing di bursa kerja. Sementara pola pikir dan pola sikapnya yang sesuai karakter Islam tak terbentuk dengan baik.  Alhasil, alih-alih membangun keluarga, membangun karakter dirinya saja masih perlu dibina. Pengerdilan jiwa para pemuda Islam ini memang buah diterapkannya Kapitalisme di negeri ini.

Pernikahan dalam Islam

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk melangsungkan keturunan yang akan melanjutkan kelestarian generasi. Penting bagi umat Islam untuk menjaga agar keturunan mereka tak punah. Agar Islam tetap menjadi pegangan umat manusia hingga akhir zaman.
Dalam Islam usia menikah ditentukan dengan syarat baligh. Jika seseorang telah baligh, maka dia siap memikul beban kewajiban dari Al Khaliknya. Maka sistem pendidikan Islam yang diterapkan turut membentuk karakter anak yang berkepribadian Islam yang mantap. Hingga anak  siap menjalankan semua syariat Islam yang dibebankan padanya saat usia baligh datang. Termasuk kewajiban memikul nafkah bagi laki-laki. Dan siap pula baginya untuk menikah.

Hukum asal menikah adalah Jaiz (diperbolehkan). Tapi akan menjadi wajib ketika seseorang telah mampu dan dia takut akan terjerumus pada zina. Mampu disini tentu terkait dengan banyak hal. Mampu secara pemikiran, mental, seksual, ekonomi dan mampu bertanggungjawab terhadap keluarga yang bakal dibangunnya.

Rasulullah Saw bersabda, "Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya." (Muttafaq'alaihi)

Menikah bukan sekedar ijab kabul dihadapan penghulu. Namun menikah merupakan "mitsaqon ghaliza",  perjanjian yang kokoh, yang melibatkan Allah Swt di dalamnya. Berijab dan kabul atas nama Allah untuk mengikatkan dua orang sejoli dalam ikatan suci dan halal.
Ikatan itu diharapkan akan melahirkan keturunan yang sholih. Dalam bangunan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Karenanya menikah itu bukan sekedar cara melampiaskan nafsu belaka. Tetapi membangun separuh agama. Hingga terlahirlah generasi Islam yang siap menyambut tongkat estafet kepemimpinan umat Islam yang mulia.

Maka, tak salah kiranya kecil-kecil jadi pengantin, selama syarat dan ketentuannya berlaku sesuai syariat Islam. Jika tidak sesuai syarat dan ketentuannya, jangan coba-coba untuk menikah. Wallahualam bish shawwab. []