Jumat, 03 Agustus 2018

Kecil-Kecil Jadi Pengantin

Oleh : Nurlaila Sari Qadarsih
(Praktisi Pendidikan)

(Telah dimuat di Surat Kabar Harian Radar Banjarmasin pada Sabtu, 28 Juli 2018)

Kamis, 12 Juli 2018 adalah hari yang membahagiakan bagi sejoli ZA dan IB. Tersebab hari itu keduanya mengucap ijab kabul tanda sahnya mereka dalam ikatan pernikahan. Esoknya, tamu-tamu pun berdatangan  saat resepsi sederhana di rumahnya. Suka cita nampak di raut wajah kedua mempelai. Meski sesekali terlihat mereka tersipu malu kala ada tamu yang menyalaminya.

Namun, kebahagiaannya tiba-tiba harus terputus. Pernikahan siri yang dilakukan pasangan ini dianggap tidak sah oleh pejabat terkait. Pasalnya, usia mempelai dipandang tak cukup jika diukur dengan aturan negara. Dalam UU Perkawinan Tahun 1974, usia yang legal untuk menikah bagi laki-laki 19 tahun, sedangkan perempuan 16 tahun. Sementara ZA berusia 14 tahun dan IB 15 tahun. Ternyata meski kecil, mereka telah berani memutuskan jadi pengantin.

Kehebohan perkawinan mereka pun tak hanya di kampungnya, Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, provinsi Kalimantan Selatan. Tapi juga telah viral di dunia maya. Video prosesi pernikahan mereka ramai jadi buah bibir. Dengan mahar 100 ribu rupiah, ZA mantap mengucapkan ijab kabulnya.

Meski orangtua mereka memberikan alasan bahwa pernikahan itu dilakukan karena kuatir akan terjadi “hal yang tidak diinginkan”, namun hukum negara tak bisa mentolerirnya.   Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, mengatakan perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Tapin, Kalsel ini sudah dibatalkan. Sebagaimana dilansir oleh liputan6.com, usai temu media di kantornya. Menurutnya, kasus pernikahan di bawah umur ini sudah sering terjadi. Dan beberapa kasus pun sudah dibatalkan pula.

Masih dari liputan6.com, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ai Maryati Solihah menanggapi adanya kabar viral tersebut. Jika pernikahan tersebut benar adanya, Ai sungguh menyayangkan. Menurutnya, KPAI akan mendalami dan melakukan investigasi terkait hal itu. Sebab perkawinan usia kanak-kanak ini tak lazim dilakukan oleh KUA.

Banyak pihak berpendapat bahwa pernikahan dini berbahaya. Terutama jika ditilik dari segi medis. Karena usia di bawah 16 tahun bagi perempuan organ reproduksinya dianggap belum siap. Sehingga, remaja perempuan yang menikah usia dini berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi, seperti kanker leher rahim, trauma fisik pada organ intim, dan kehamilan berisiko tinggi (preeklampsia), bayi prematur, dan tingginya angka kematian ibu.

Selain itu, faktor ekonomi juga satu hal yang dipersoalkan. Anak di bawah umur masih terkategori usia sekolah, sehingga tak layak bekerja. Lalu darimana mereka bisa membiayai keluarganya?

Belum lagi secara psikologis, kematangan pemikirannya disangsikan mampu melewati berbagai ujian rumah tangga. Hingga sering terjadi pernikahan bubar dengan mudahnya. Apalagi kasus perceraian di Indonesia cukup tinggi, sekitar 350 ribuan di tahun 2016.(republika.co.id) Bahkan sebagaimana dilansir oleh gulalives.co,  meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian.

Pemerintah pun kemudian gencar melakukan sosialisasi program Genre, Generasi Berencana. Program yang diluncurkan oleh BKKBN ini bertujuan mencegah lajunya pernikahan dini di masyarakat. Sasarannya  ke kalangan remaja. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof. Rizal Damanik, mengajak pemuda-pemudi di usia 12-24 tahun untuk merencanakan masa depan dengan baik. Karena itu, dia mengimbau agar pemuda-pemudi tidak menikah dalam usia muda, tidak melakukan hubungan intim pranikah, dan tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.(www.bkkbn.go.id)

Ada Apa Dengan Program Pencegahan Pernikahan Dini?

Program pencegahan pernikahan dini ini merupakan program yang dicanangkan oleh UNICEF (United Nations Childrens Fund), salah satu lembaga yang bernaung di bawah PBB. UNICEF mengestimasi setiap tahun 12 juta perempuan memutuskan menikah dini di seluruh dunia. Data dari Unicef tahun 2018 juga menyebutkan angka perkawinan anak di Indonesia berada di peringkat ke-7 se-Asia Tenggara. Ini peringkat yang cukup tinggi. Karenanya, Badan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan PBB menargetkan dunia bebas praktik pernikahan di bawah umur pada 2030 mendatang.

Namun di sisi lain, pencegahan pernikahan dini menyebabkan suburnya pergaulan bebas di kalangan remaja. Hingga seks bebas dan aborsi pun jadi perkara biasa. Perusakan terhadap generasi muslim pun semakin sempurna. Karena kebebasan berbuat yang lahir dari Sekulerisme telah menggejala. Hingga Islam dan Kapitalisme  seolah tiada beda. Padahal sejatinya tak ada yang sama dari keduanya.

Sistem pendidikan sekuler juga turut andil dalam membentuk karakter anak. Hingga saat memasuki usia baligh, anak tidak menunjukkan kematangan jiwa dan pemikirannya. Sekolah lebih berorientasi untuk mendapatkan ijazah. Kemudian mampu bersaing di bursa kerja. Sementara pola pikir dan pola sikapnya yang sesuai karakter Islam tak terbentuk dengan baik.  Alhasil, alih-alih membangun keluarga, membangun karakter dirinya saja masih perlu dibina. Pengerdilan jiwa para pemuda Islam ini memang buah diterapkannya Kapitalisme di negeri ini.

Pernikahan dalam Islam

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk melangsungkan keturunan yang akan melanjutkan kelestarian generasi. Penting bagi umat Islam untuk menjaga agar keturunan mereka tak punah. Agar Islam tetap menjadi pegangan umat manusia hingga akhir zaman.
Dalam Islam usia menikah ditentukan dengan syarat baligh. Jika seseorang telah baligh, maka dia siap memikul beban kewajiban dari Al Khaliknya. Maka sistem pendidikan Islam yang diterapkan turut membentuk karakter anak yang berkepribadian Islam yang mantap. Hingga anak  siap menjalankan semua syariat Islam yang dibebankan padanya saat usia baligh datang. Termasuk kewajiban memikul nafkah bagi laki-laki. Dan siap pula baginya untuk menikah.

Hukum asal menikah adalah Jaiz (diperbolehkan). Tapi akan menjadi wajib ketika seseorang telah mampu dan dia takut akan terjerumus pada zina. Mampu disini tentu terkait dengan banyak hal. Mampu secara pemikiran, mental, seksual, ekonomi dan mampu bertanggungjawab terhadap keluarga yang bakal dibangunnya.

Rasulullah Saw bersabda, "Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya." (Muttafaq'alaihi)

Menikah bukan sekedar ijab kabul dihadapan penghulu. Namun menikah merupakan "mitsaqon ghaliza",  perjanjian yang kokoh, yang melibatkan Allah Swt di dalamnya. Berijab dan kabul atas nama Allah untuk mengikatkan dua orang sejoli dalam ikatan suci dan halal.
Ikatan itu diharapkan akan melahirkan keturunan yang sholih. Dalam bangunan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Karenanya menikah itu bukan sekedar cara melampiaskan nafsu belaka. Tetapi membangun separuh agama. Hingga terlahirlah generasi Islam yang siap menyambut tongkat estafet kepemimpinan umat Islam yang mulia.

Maka, tak salah kiranya kecil-kecil jadi pengantin, selama syarat dan ketentuannya berlaku sesuai syariat Islam. Jika tidak sesuai syarat dan ketentuannya, jangan coba-coba untuk menikah. Wallahualam bish shawwab. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar