Minggu, 18 November 2018

Maulid Rasulullah Saw

Tak terasa seminggu telah berlalu. Sabtu, 10 November yang lalu kami sekeluarga pulang ke kampung suami. Karena bertepatan Rabiul Awal, di rumah Abah dan Mama menyelenggarakan peringatan Maulid Rasulullah Saw. Masyarakat di kampung suamiku ini menyambutnya dengan penuh suka cita. Karena kecintaan mereka pada Rasulullah Muhammad Saw tak bisa digantikan dengan apapun jua.

Acara Maulid Rasul dimulai sejak jam 8 pagi. Tamu-tamu mulai datang satu persatu. Aku ikut membantu menyiapkan berbagai sajian yang akan dihidangkan. Kue-kue, teh dan susu hangat hidangan pembukanya. Irama pukulan "tarbang", alat musik sejebis rebana, mulai terdengar. Diikuti syair puji-pujian kepada Rasulullah Saw mulai berkumandang. Para tamu dan tuan rumah hanyut dalam kegembiraan yang syahdu.

Aku pun terbayang sosok Rasulullah Saw yang sangat luar biasa. Sempurna akhlaknya, sempurna sebagai suami, sempurna sebagai ayah, sempurna sebagai sahabat, bahkan sempurna sebagai kepala negara. Beliau tak hanya harus dipuji. Tapi yang utama apa yang dibawa Rasul hendaknya diikuti. Tanpa tapi, tanpa nanti. Dari mulai urusan individu yang remeh temeh seperti makan, minum, berpakaian, ibadah, dll. Hingga urusan besar yang berkaitan dengan negara, seperti urusan pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan politik. Semua telah diajarkan Rasul, dan sejatinya diikuti oleh umatnya. Bukan hanya jadi cerita lalu dan dongeng pengantar tidur.

Tabuhan "tarbang" yang terakhir ditutup doa. Ibu-ibu di dapur sibuk menata makanan ke dalam piring, karena setelah berdoa makanan harus disajikan. Riuhnya alunan syair di ruangan depan bertaut dengan riuhnya obrolan ibu-ibu sembari tangannya cekatan menata makanan yang hendak disajikan. Maklum, lama tak bersua keluarga, ciri khas perempuan pun tak bisa dihindarkan. Ngobrol. Hehe...

Yang menyelenggarakan acara ini tak hanya di rumah mertuaku. Tapi tetangga yang lain juga banyak yang mengadakan. Dan masing-masing mengundang keluarga besar plus handai taulannya. Selesai para tamu makan. Khusus kaum laki-lakinya, beranjak keluar, menuju Mushalla di kampung itu.  Sedangkan yang perempuan bersiap membereskan piring dan gelas kotor yang tersisa. Dan menunggu di rumah sambil menyiapkan menu selanjutnya.

Sementara para lelaki mendengarkan ceramah di mushalla, undangan terus berdatangan ke rumah. Keluarga Abah dan Mama dari kampung sebelah, kawan-kawan beliau, juga kawan-kawan adik-adik iparku datang memenuhi undangan. Mereka datang sambil membawa buah tangan. Ada yang memberi gula, teh, kue, buah, dsb. Ini tradisi turun temurun.

Saat jarum jam mengarah ke angka 11.30 ceramah di Mushalla usai. Para tamu lelaki pun kembali ke rumah Abah dan Mama. Hidangan berikutnya siap disajikan kembali. Jika makan pagi menunya nasi kuning plus masak habang ikan Tauman dan telur bebek. Maka siang ini para tamu dimanjakan dengan daging masak habang bumbu kelapa goreng plus sop ayam dan nasi putih hangat. Tak ketinggalan semangka merah merona menjadi hidangan penutupnya. Hmm, asyik bukan...undangan ternyata dapat dua kali sajian. Makan pagi dan makan siang sekaligus dengan menu berbeda.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitulah peribahasa yang pernah kudapatkan. Ternyata tak usah jauh ke pulau sebelah atau pun ke negeri tetangga. Cukup ke kampung sebelah yang berbeda kabupaten saja, sebuah kebiasaan bisa berbeda. Namun, selama hati kita terpaut pada satu ILLah, yaitu "La illaha ilallah, Muhammadur Rasulullah" maka kerekatan tetap terjaga. Yang perlu dibenahi adalah pemikiran orang-orang  yang masih keliru, yang melenceng dari akidah Islam. Yang menyatakan bendera tauhid benderanya sebuah ormas. Bahkan menyatakan bendera itu simbol teroris. Astaghfirullah...ini benar-benar harus diluruskan.

Sejatinya, peringatan Maulidur Rasulullah Saw ini bukan seremonial belaka yang berulang tiap tahunnya. Tetapi hendaknya menjadi motivasi kita bersama untuk segera menjalankan apa yang diajarkan Rasulullah Saw. Dan meninggalkan semua yang tak sesuai dengan ajaran beliau. Mengambil semua ajaran Islam, dan membuang sekularisme-kapitalis dalam kehidupan ini.

Sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya :

 وَمَآ ءَاتٰىكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al Hasyr : 7)

Sebagaiman lahirnya Rasulullah Saw di 12 Rabiul Awal tahun Gajah menjadi momen penting  bagi cikal bakal tegaknya peradaban Islam yang mulia.  Maka kita semua berharap semoga bulan Rabiul Awal tahun ini menjadi tonggak perubahan umat Islam. Menuju peradaban Islam yang mulia dengan terwujudnya Islam kaffah di seluruh penjuru dunia.

Aamiin Allahumma Aamiin

@Laila Thamrin

#rabiulawal
#maulidrasul
#gemesda
#gerakanmedsosuntukdakwah
#revowriter

*gambar dari google.com

Kamis, 15 November 2018

Lillah, Meskipun Lelah

Ketika kita ingin menjadi lebih baik tentu perlu perjuangan. Akan ada banyak riak-riak menghadang di kiri kanan jalan. Tapi inilah sebuah tantangan. Dan kita tak boleh berpatah arang.

Kadang, saat dalam perjalanan menuju keadaan yang lebih baik, banyak yang mengkritik. Entah kritik untuk menguatkan atau justru untuk menjatuhkan. Tapi itu hal biasa. Jangan pernah dipersoalkan. Ambil sisi positifnya, lihat kaca, cermati diri kita. Bisa jadi kritik itu benar adanya. Maka saatnya kita perbaiki dan melaju lebih sempurna.

Yuk besarkan hati kita. Berbaik sangka pada sodara. Selama kritik untuk memperbaiki, segeralah untuk berbenah diri. Tapi, awas... jika ada yang mengkritik untuk membully, atau sekedar menertawai. Maka yang begini gak usah diladeni. Abaikan saja. Anggap angin berisik yang sedang mencari pijakan.

Ingat satu hal, goresan pena kita untuk menjaring pahala. Bukan sekedar gaya. Jadi, luruskan niat kita, semata karena ingin meraih ridho-Nya. Bukan sekedar pujian dari manusia.

Menulislah Lillah.
Meski kita harus lelah.

Laila Thamrin
Bjm, 15112018

#muhasabahdiri
#hanyainginlebihbaik
#gerakanmedsosuntukdakwah
#gemesda
#revowriter

Ibu Pertiwi

Apa kabarmu ibu pertiwi?
Lama aku tak mendengarmu bernyanyi
Dengan kidung suci penuh harmoni
Seperti bunda merawat bayi

Apa yang terjadi padamu ibu pertiwi?
Padahal semua anakmu berkata cinta padamu sampai mati
Tapi ternyata ada yang mengkhianati
Hingga satu sama lain saling mencurigai

Janganlah engkau bersedih wahai ibu pertiwi
Masih ada anakmu yang rela berdiri
Berpegang tangan berderap kaki
Untuk tegak dan kibarkan panji

Lihat, dan senyumlah ibu pertiwi
Sejenak lagi engkau akan lebih berseri
Karena anakmu akan segera mewarnai bumi
Dengan Islam dan titah ILLahi

Mari kawan kita pegangan tangan
Padukan hati, jiwa dan pikiran
Melangkah dengan satu ayunan
Untuk meraih sebaik-baik peradaban

Agar ibu pertiwi tak lagi tenggelam
Dalam kehidupan kelam dan kejam
Tapi bangkit dari peraduan malam
Menyongsong cerahnya kejayaan Islam

Laila Thamrin

#sajakbebas
#GeMesDa
#GerakanMedsosUntukDakwah
#Revowriter
#NgajiLiterasi

Imitasi

"Mama, ini bedak Mama ya? Aku boleh coba?"
"Ma, lipstik ini warnanya apa? Nyobain ya?"
"Ummi, kerudung ummi yang pink mana? Adek pinjem dong!"
"Bu, kaki Dede sudah hampir sama besarnya dengan kaki Ibu. Boleh pinjem sendal bertumitnya gak?"

*****

Pernah ditanya anak gadis yang beranjak baligh atau bahkan sudah baligh seperti ini? Atau malah anak yang lebih kecil lagi yang merengek minta pakai bedak dan lipstik ibunya? Saya yakin, yang punya anak perempuan pasti pernah mengalami yang begini.

Anak memang suka meniru apa yang dilihatnya. Ayah dan bundanya  menjadi "role of models" yang utama. Baik anak perempuan maupun laki-laki kecenderungan menirunya sama besarnya. Tapi memang pada anak perempuan biasanya lebih terlihat jelas mengimitasi bundanya.

Kalau anak laki-laki jarang menunjukkan dalam kesehariannya. Tetapi bisa saja kebiasaan-kebiasaan ayahnya sehari-hari akan ditirunya tanpa orangtua menyadarinya. Misalnya nih : makan gak pakai doa, malas sikat gigi malam sebelum tidur, menaruh handuk sesudah mandi sembarangan, habis minum gelasnya digeletakkan sembarang tempat, kaos kaki terserak, de el el. Hayoo....siapa nih yang kebiasaan ayah di rumah seperti ini? 😁

Menurut para ahli psikologi anak, proses meniru atau imitasi adalah hal yang biasa pada anak. Ini adalah bagian pembelajaran pada si anak. Karena setiap makhluk hidup akan mencoba sesuatu yang dicerapnya melalui inderanya. Baik dengan melihat, mendengar, membaui, mengecap ataupun meraba. Bahkan ini adalah proses awal lahirnya sebuah pemikiran yang brillian di kemudian hari. Sebab, setiap pengalaman yang diperoleh anak akan tersimpan rapi di memori otaknya.

Yang perlu kita perhatikan sebagai orang tua muslim tentu apa yang sejatinya layak mereka lihat, dengar, cium, rasa dan raba. Agar nanti proses imitasinya indah. Makanya, ayah bunda mesti menjadi model yang baik buat anak-anaknya.

Jika tak ingin anaknya pakai lipstik menor, alis terangkat tinggi, pipi merah delima, ya bunda harus memberi contoh dandanan yang sederhana. Bahkan harus dikenalkan ke ananda kalau berdandan cantik itu hanya untuk suaminya saja kelak.

Jika ingin anaknya berpakaian menutup aurat dengan sempurna, kasih contoh dulu bundanya dengan pakaian syar'i. Agar ananda tak asing lagi mengenakannya.

Semua memang perlu proses. Tak bisa juga instan. Ayah dan bunda harus mempola hidupnya dengan kebaikan di setiap kesempatan. Memperbaiki hal-hal buruk yang mungkin masih sering ayah bunda lakukan. Belajar mengelola emosi. Belajar lebih sabar dan bijaksana. Apalagi jika anak sudah menuju usia baligh. Konflik dengan anak akan mudah terjadi, jika ayah bunda tak mampu memahami mereka.

Menjadi orang tua itu ternyata belajar dari nol. Persis seperti angka dispenser bahan bakar di SPBU. Sebagai orangtua, ayah bunda harus memahami bagaimana merawat dan mendidik anak kala bayi, balita, anak yang sudah tamyiz, anak hampir baligh, anak sudah baligh, remaja, dan ketika anak bersiap melepas masa lajangnya. Bukan sekedar seperti air mengalir yang berjalan sesukanya dan seadanya.

Rasulullah saw bersabda :
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Karenanya, ayah dan bunda harus selalu belajar, belajar dan belajar. Karena belajar tak pernah dibatasi usia. Dan belajar tak hanya di sekolah saja. Dalam kesempatan apapun belajar itu bisa dilakukan. Agar anak-anak ayah dan bunda terwarnai hanya dengan kebaikan Islam semata.

So, tak ada yang salah saat anak menjadi imitasi ayah dan bundanya. Biarkan mereka meniru selama apa yang ditiru adalah kebaikan. Tapi, jangan lupa pemikiran ananda tetap harus diarahkan pada jalan hidup yang benar.  Mereka harus diajak untuk berpikir tentang 3 hal ; dari mana asal manusia? ; untuk apa manusia ada di dunia? ; dan hendak kemana setelah matinya?

Jika ketiga hal ini telah ditemukan jawabannya dengan benar dan sempurna, insyaAllah anak pasti hanya akan meniru sesuatu yang baik dari ayah bundanya, atau dari lingkungannya, atau dari teman-temannya. Karena Allah menjadi pegangannya, syariat Islam jalan hidupnya, dan menegakkan Islam kaffah tujuannya.

Jadi ingat pepatah indah ini :
 "Isy kariiman awmut syahiidan" ; "Hidup Mulia atau Mati Syahid."

Wallahu'alam bish shawwab

Laila Thamrin
Bjm, 15112018

#remindingmyself
#GerakanMedsosUntukDakwah
#GeMesDa
#Revowriter
#NgajiLiterasi

Minggu, 04 November 2018

Setia Bersamamu

Bau khas rumah sakit tak bisa dihindari. Kala anakku harus dirawat beberapa hari karena panas badannya tak kunjung reda. Rasa kuatir tentu menyergap diriku. Ibu mana yang bisa tenang jika anaknya sakit?

Saat kami sudah ada di ruangan perawatan, ternyata sudah ada penghuni lain di ruangan itu. Karena memang ruangan kelas 1 yang dituju diperuntukkan bagi dua orang pasien. Pasien terdahulu ini seorang ibu, lebih tepatnya nenek usia 70 tahun lebih. Tapi masih terlihat kuat dan nampak jelas aura kecantikannya

Yang menarik, bukan perkara sakit yang diderita si nenek ini. Tapi fakta si nenek yang selalu ditunggui suaminya dengan setia. Tabir kain yang memisahkan dua pasien dalam satu ruangan ini tentu tak bisa meredam suara percakapan dibaliknya. Meski penglihatan tak mampu menembus laku siapa pun yang ada dibalik tabir.

Senang sekaligus iri melihat kemesraan nenek dan kakek ini. Si kakek dengan sabar dan telaten melayani istrinya. Makan, minum, ke kamar mandi/wc, mendengarkan keluhan istrinya, dan sebagainya. Kadang mereka bercengkrama berdua dan terkekeh bersama. Aku dan suami saling pandang dan ikut tersenyum mendengarnya.

Anak-anak beliau juga datang silih berganti. Sepertinya sangat akrab dan hangat dengan ayah ibunya. Tak pernah terdengar kata-kata umpatan, kemarahan atau kalimat buruk lainnya. Bahkan ketika pagi-pagi anak bungsu mereka datang dengan membawa camilan sambil cerita bahwa dia kehilangan uang hasil kerjanya sebagai sopir taksi online hari kemarin, si nenek ini dengan tenang berujar, "Memang bukan rezeki kamu, nak...mau bilang apa?"

Wow...amazing! Jarang kutemui ibu atau ayah yang tak emosi ketika mendengar anaknya kecurian, kecopetan, atau kehilangan harta dengan jalan tak biasa ini. Tapi tidak dengan mereka. Dengan tawa renyahnya si nenek ini menasihati anaknya, "Makanya, menaruh duit itu jangan sembarangan. Jadikan ini pelajaran. Harus hati-hati."

MasyaAllah...ini pun pelajaran bagiku dan suami. Setia sampai tua usia. Sabar dalam setiap deraan ujian-Nya. Dan pandai mengelola emosi meski sesuatu yang tak disuka mampir di hadapan kita.

Semoga kakek dan nenek ini sehat selalu. Begitupun anakku yang masih tergolek sayu. Hanya kepada Allah lah tempatku mengadu. Karena semua peristiwa pasti ada hikmahnya selalu.

Laila Thamrin

#goresanhatibunda
#pengingatdiri
#gemesda
#revowriter

*ilustrasi gambar dari koleksi google.com

Buka Mata Buka Hati #16

Dahsyatnya Doa Ibu
Oleh : Laila Thamrin

Sebuah pengalaman berharga hanya bisa didapatkan saat seseorang menjalani sebuah ujian kehidupan. Ya, tanpa melaluinya manusia tak pernah tahu bagaimana pahit atau manisnya suatu persoalan. Diuji dengan sakitnya anak, misalnya. Tentu ini bukan hal yang sepele. Apalagi jika sakit yang diderita anaknya cukup mengkuatirkan. Atau mungkin tak kunjung sembuh.

Sebagai orangtua pastilah akan merasakan kuatir, bingung, takut, was-was, gugup kala anaknya sakit. Dan segudang rasa lainnya yang campur aduk. Terutama hati sang ibu. Karena ibu merupakan orang terdekat dengan anak-anaknya.

Menumpahkan air mata menjadi jalan termudah yang bisa dilakukan untuk menenangkan hati ibu yang sedang oleng. Ajaibnya, seketika biasanya akan menguatkan kembali sel-sel tulang ibu untuk segera bertindak. Membangkitkan kembali nadi yang sebelumnya seolah berhenti berdenyut. Untuk mencari berbagai daya upaya demi kesembuhan dan kesehatan anaknya.

Di sisi lain, sejatinya seorang ibu harus berupaya untuk selalu mengedepankan ruhiyahnya.  Harus dipola alam pikirnya dengan satu keyakinan bahwa sakit itu dari Allah, dan sembuh pun dari Allah semata. Semua ikhtiar yang dilakukan untuk mengobati ananda, semata ingin meraih pahala dari-Nya. Dan juga sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang kelak akan ditanyakan oleh Allah.

Keyakinan inilah yang paling berat untuk terus dipupuk di hati. Karena terkadang manusia bisa tergelincir dengan asumsi bahwa dokterlah yang menyembuhkan. Obat tertentulah yang manjur. Atau rumah sakit hebatlah yang paling berperan. Padahal itu semua hanyalah wasilah sampainya takdir Allah pada si sakit. Entah takdir sehat ataukah takdir bertambah parah. Tak ada yang tahu.

Maka saat ananda terbaring lemah karena sakitnya. Ibu haruslah  berikhtiar dengan membawa ananda berobat ke dokter atau ke rumah sakit. Sekaligus juga mesti menggenapkan ikhtiarnya dengan doa. Ya, inilah senjata paling utama bagi setiap insan kala dia ditimpakan ujian dari Rabbnya.

Doa adalah mukh (ubun-ubun/inti) ibadah. Berdoa kepada Allah SWT merupakan aktivitas ibadah.
Rasulullah Saw bersabda, ”Doa adalah ibadah.” (HR. Tirmidzi)

Begitulah yang dicontohkan Baginda Nabi Muhammad Saw. Beliau selalu berdoa di setiap kesempatan. Pun saat Beliau menghadapi musuh di perang Badar, Beliau berdoa tiada henti. Bahkan Beliau menangis dalam doanya hingga badannya bergetar dan surbannya terjatuh. Dan Allah pun mengabulkan doa Beliau dengan kemenangan di tangan kaum muslimin. Padahal pasukan kaum muslimin berjumlah hanya 1/3 pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Di sinilah kita bisa melihat doa mampu merubah sesuatu yang mustahil menjadi riil.

Dalam Siyar A'lam an-Nubala', Adz Dzahabi mengisahkan dari Muhammad bin Ahmad bin Fadhal al-Balkhy, dia mendengar ayahnya mengatakan bahwa kedua mata Imam al-Bukhari sempat buta semasa kanak-kanak. Namun pada suatu malam, ibunya bermimpi bahwa ibunya berjumpa dengan Nabi Ibrahim as. Kemudian berkata kepadanya, "Wahi ibu, sesungguhnya Allah azza wajala telah berkenan mengembalikan penglihatan anakmu karena cucuran air mata dan banyaknya doa yang engkau panjatkan kepada-Nya." Maka setelah kami periksa keesokan harinya, ternyata penglihatan al -Bukhari benar-benar telah kembali, ujar al-Balkhy. (Dikutip dari buku "Ibunda Para Ulama" oleh Sufyan bin Uad Baswedan, 2017)

Begitu dahsyatnya kekuatan doa ibu. Hingga Allah berkenan mengabulkan doa seorang ibu untuk anak-anaknya. Berdoalah dengan lafazh yang indah. Mulailah dengan membaca istighfar dan sholawat atas Nabi. Dan lanjutkanlah dengan dengan kalimat yang baik. Mintalah kesembuhan ananda kepada Rabbul Izzati. Karena Allah yang memberi sakit dan Allah pula Yang Maha Menyembuhkan.

Tak ada batasan seberapa banyak doa kita. Seberapa panjang kalimat-kalimatnya. Berdoalah dengan sepenuh hati dan kepasrahan kepada-Nya.

Berdoalah di waktu yang mustajab untuk berdoa.   Seperti di saat hujan deras, diantara azan dan iqomah, di saat sujud dalam salat, juga di sepertiga akhir setiap malam nan sepi. Di saat itulah peluang Allah akan mengabulkan doa kita besar. Maka upaya ini layak dilakukan ibu.  Lakukanlah doa di malam-malam nan sepi. Saat semua orang terlelap. Dan saat itu Allah turun menjumpai hambanya. Adukan semua keluh kesah tentang sakit ananda.

Dan yakinlah,  Allah mendengar setiap kata demi kata yang ibu ucapkan. Kesungguhan doa yang ibu curahkan sepenuh hati, tentu akan menjadi perhatian-Nya. Dan Allah pun akan kabulkan doa-doa ibu.  Cepat ataupun lambat.

Allah swt berfirman dalam sebuah hadits qudsi :
“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu.” (HR. At Tirmidzi)

Allah juga berfirman :
“Berdoalah kepada-Ku, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)

Rasulullah Saw pun bersabda :
“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka tak ada yang lebih nikmat selain menanti dikabulkannya doa kita oleh-Nya. Kita ridho dengan keputusan-Nya. Dan Allah pun ridho kepada hamba-Nya.

Semoga ibu selalu menjadikan doa bagian hidupnya. Demi untuk kebaikan dan keberkahan anaknya. Tersebab doa seorang ibu, niscaya pintu langit kan terbuka. Allah pun akan mudah mengabulkan semua pinta sang ibu untuk anak-anaknya. Wallahu'alam bish shawwab. []

Banjarmasin, 04112018

#GeMesDa
#Revowriter
#MenulisUntukKebaikan
#KulwaTipsMenulisUntukEksis
#PRNgajiLiterasi
#KomunitasNgajiLiterasi
#Day1