Sabtu, 30 Desember 2017

LGBT DAN MASA DEPAN GENERASI

Bergidik saya membaca berbagai berita di media massa tentang kelakuan para LGBT ini. Dalam tahun ini saja (2017) kita pernah disuguhi berita pernikahan Gay di Bali, pernikahan di Jember yang ternyata baru diketahui suaminya perempuan setelah menikah beberapa hari. Pencidukan segerombolan lelaki disebuah ruko di Kelapa Gading Jakarta sedang pesta seks sesamanya. Ini baru beberapa yang masih segar diingatan kita, karena diekspos di media massa. Lah yang "gaib" alias tak kelihatan secara kasat mata bagaimana? Yang terjadi disudut-sudut kota bahkan ke pelosok-pelosok desa apa ceritanya? Inilah fenomena gunung es.

Tak salah kiranya apa yang disampaikan oleh Sekretaris Komisi Dakwah MUI, Fahmi Salim bahwa LGBT tersebut merupakan bahaya tersembunyi alias bahaya laten yang bisa merusak generasi bangsa, karena merupakan budaya luar yang dipaksakan bagi bangsa Indonesia. (republika.co.id, 22/05/17).

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) sudah mulai menyeruak di Nusantara sejak era tahun 60-an. Gerakan ini mulai berkembang melalui berbagai organisasi yang diprakarsai oleh kaum wanita transgender alias waria. Sekitar tahun 1980-an, para pria gay dan wanita lesbian semakin mengibarkan sayapnya dengan membentuk berbagai organisasi kecil dan beberapa media massa. Sebut saja organisasi Lambda Indonesia, Gaya Nusantara, Chandra Kirana. Juga beberapa media massa yang mereka terbitkan seperti Gaya Nusantara, Gaya Lestari, Jaka. Mereka terus bergerak tak kenal lelah. Jaringan mereka besar dan memiliki lebih dari 100 organisasi di 28 provinsi di Indonesia. Mereka menyentuh hampir setiap lapisan masyarakat. Mengutip data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2012, yang dilansir oleh sindonews.com, ada sekitar 1.095.970 laki-laki yang berperilaku menyimpang. Jumlah ini naik 37% dari tahun 2009. Dan diyakini, jumlah penganut homoseksual hingga 2017 sudah meningkat signifikan.

Pada  tanggal 13-14  Juni 2013, telah diselenggarakan Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia di Nusa Dua, Bali. Dialog yang diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) bersama United States Agency for International Development (USAID)  ini menghadirkan 71 peserta dari 49 lembaga yang mewakili organisasi LGBT di Indonesia. Dialog ini dinarasikan dalam laporan setebal 85 halaman yang berjudul Hidup sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia. Atau lebih dikenal dengan "Being LGBT in Asia."

Kelompok LGBT ini tak main-main. Fakta-fakta diatas merupakan pengokohan akan besarnya usaha mereka untuk mengeksiskan diri. Apalagi dukungan dana yang tak sedikit oleh UNDP bekerjasama dengan Kedutaan Besar Swedia di Bangkok dan USAID. Tercatat kucuran dana USD 8 juta atau senilai Rp. 107,8 milyar untuk mendukung komunitas pelangi ini. Proyek ini dimulai sejak Desember 2014 hingga September 2017.(sindonews.com, 12/2/2017)

HAM adalah kendaraan yang membawa mereka bisa melenggang ke negeri-negeri muslim. Apalagi setelah pengakuan Amerika Serikat pada tahun 2015 terhadap perkawinan sejenis di negaranya. Ini  membuat kelompok pelangi semakin kuat secara politis. Memilih pasangan hidupnya itu adalah  kebebasan yang dilindungi oleh HAM. Tak ada yang boleh melarangnya.

Saling menyukai sesama jenis, atau dua jenis sekaligus ataupun merubah kelamin merupakan orientasi seks menyimpang dan tak sesuai dengan fitrah manusia. Tapi bagi mereka itu sah-sah saja, karena sekulerisme yang menjadi pijakannya,  maka agama tak boleh mengurusi hidupnya. Jadi ngapain hukum Allah mengatur orang sampai ke ranjang? Yang jadi masalah, sasaran mereka tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.  Sudahlah hubungan sesama jenis tak akan melahirkan keturunan, ditambah lagi generasi yang ada menjadi rusak karena perbuatan mereka ini. Hal ini tentu mengancam tatanan kehidupan. Tak hanya merusak hubungan keluarga,  tapi juga mengancam generasi manusia. Dan parahnya lagi menimpa pula keluarga-keluarga muslim di dunia.

Belum lagi kalo kita bicara penyakit yang menyertainya. Telah jamak kita ketahui bahwa penyakit yang paling sering ditemui pada pelaku LGBT ini adalah Sifilis dan HIV-AIDS.  Menurut dr. Dewi Inong Irana, SpKK, justru seks sesama jenis beresiko tinggi terjangkiti HIV AIDS. Bahkan 1 dari 4 LSL (Lelaki Seks dg Lelaki) positif HIV-AIDS.(ILC TV One, 19/12/2017) Bayangkan jika satu saja lelaki di dalam sebuah keluarga terjangkit penyakit HIV-AIDS ini, berapa banyak korban berikutnya akan timbul?

Secara fitrahnya, manusia yang diciptakan oleh Allah SWT ada dua jenis, laki-laki dan perempuan. Mereka diberikan rasa cinta satu sama lain yang kemudian dilegalkan dalam pernikahan. Dari pernikahan inilah akan lahir anak keturunan yang terus berkembang. Maka nasab pun akan terjaga. Allah sudah tetapkan bahwa melahirkan keturunan itu tugasnya perempuan, sedangkan laki-laki sebagai pelindung dan pemberi nafkahnya. Dari zaman Nabi Adam dan Siti Hawa fitrah ini sudah ditetapkan oleh Allah. Hingga kiamat datang, takkan mungkin tertukar. Jikalau fitrah ini ditolak, maka akibatnya muncullah perilaku seks yang menyimpang. Dan ini karena hawa nafsunya lebih dominan dibandingkan ketundukannya pada syariat.

Anak-anak dan keluarga terancam. Harus ada satu tindakan tegas untuk menghentikan ini semua. Tak hanya keluarga yang perlu aksi, tapi juga seluruh masyarakat, dan yang lebih utama adalah peran negara. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam, pernah menyampaikan kekhawatirannya akan kelompok LGBT ini. Menurutnya pemerintah harus tegas lindungi anak-anak Indonesia dari paparan orientasi seks menyimpang. (detik.com, 13/2/2016)

Islam  telah memberikan cara pendidikan yang baik kepada anak-anak dalam pergaulan sehari-hari. Seperti memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan ketika usia 10 tahun, menanamkan rasa malu ketika terbuka aurat sejak kecil, menegaskan perbedaan gender dan bagaimana peran mereka sesuai gender sejak usia dini, menghindari paparan pornoaksi dan pornografi disekitar mereka, mengajarkan ilmu tentang hukum-hukum syariat lainnya yang terkait dengan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam Islam. Semua ini tentunya tugas orang tua bersama masyarakat disekelilingnya, agar anak-anak terhindar dari orientasi seks yang menyimpang.
Sedangkan pelaku homoseks atau liwath ini akan mendapatkan sanksi yang tegas dari Negara Islam, berupa hukuman mati atau diasingkan. Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!" (HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462)

Putusnya mata rantai penyebaran LGBT dengan hukum yang tegas seperti inilah yang saat ini belum ada. Sehingga perilaku mereka akan terus menyebar seperti virus keseluruh lapisan masyarakat. Pencegahan oleh keluarga saja takkan cukup menghalangi penyebarannya. Kita butuh negara yang mengatur sanksi terhadap pelaku LGBT sesuai syariat Islam, agar tertutup celah dan ruang bagi penyebaran virus ini. Karena peran negara dalam Islam mengatur urusan rakyatnya, bahkan sampai ruang privat sekalipun. Agar keluarga muslim bisa mencetak generasi unggul dan cemerlang.

By : Nurlaila Sari Qadarsih, SP *)

*) Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini
*) Dipublikasikan pada rubrik Opini koran harian Radar Banjarmasin, Rabu 27 Des 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar