Senin, 07 Mei 2018

Buka Mata, Buka Hati #01

OPTIMIS
By Laila Thamrin  
(Praktisi Pendidikan - Revowriter)

Kian hari kehidupan terasa semakin rumit. BBM naik secara periodik, tanpa permisi sebelumnya. Listrik dan air bila telat bayar bakalan didenda. Semua barang kena pajak. Pendidikan berkualitas mahal. Kesehatan apalagi, tak ada uang tak bisa berobat. Sedangkan pendapatan tak pernah mencukupi semua kebutuhan. Akhirnya, rentenir berdasi dibalik Bank dan jasa pembiayaan laku keras. Karena dianggap mampu menyelesaikan masalah sesaat. Padahal dampak berkepanjangan semakin menjerat.

Seluruh lini kehidupan rasanya tak ada yang luput dari serangan. Sistem sosial di masyarakat juga amburadul. Muda-mudi tak kenal batas pergaulan. Akibatnya kehamilan tak diinginkan terjadi. Aborsi pun jadi pilihan. Mautpun siap mencengkram.

Belum lagi kasus penganiayaan di sana-sini. Ayah cekik anaknya. Murid aniaya gurunya. Isteri di-dor suaminya. Mengerikan. Tak ada lagi harganya nyawa manusia. Seolah perseteruan hidup mengharuskan saling sikut dan tusuk agar menang. Persis seperti masyarakat jahiliyah sebelum Islam datang. Padahal di zaman now pelakunya muslim. Namun sayang, hukum Islam diletakkan dipojok ruangan, hanya sebagai pajangan.

Korupsi merajalela. Narkoba kian menggila. Sumber daya alam di gunung, di perut bumi bahkan di lautan terus diobral kepada asing dan aseng. Ketika kemiskinan mulai melanda,  berharap kekayaan dari racun kalajengking sedangkan gunung emas diserahkan pada asing.

Belum lagi pengangguran kian hari kian membukit. Namun tak ada solusi yang ditawarkan penguasa. Yang disodorkan justru keleluasan TKA menyerbu negeri ini. Dari level buruh sampai dosen. Tak hanya lapangan kerja yang dikuasainya, tapi juga pemikiran dan gaya hidup mereka kan disebarkannya. Bukankah ini bahaya besar yang sengaja diundang?

Negeri ini telah diserang. Ya, serangan neoimperialisme dan neoliberalisme oleh Barat. Neoimperialisme (penjajahan gaya baru) tak memerlukan senjata fisik, tapi cukup dengan menguasai pemikiran penguasa sebuah negeri. Maka negeri itu kan berjalan sesuai arahan penjajahnya. Persis seperti sapi yang dicocok hidungnya. Ngikut terus apa yang diinginkan tuannya.

Setali tiga uang dengan neoliberalisme. Yang menghendaki supaya peran negara terpinggirkan dalam pengaturan ekonominya. Alhasil, korporat pun merajalela menguasai hajat hidup masyarakat. Privatisasi sektor publik, pencabutan subsidi komoditas strategis dan penghilangan hak-hak istimewa BUMN pun terjadi. Jadi tak heran harga BBM, pupuk, dan gas menjadi mahal karena tak disubsidi.

Kebutuhan pokok rakyat pun kian meroket. Solusi yang ditawarkan pun bikin kelucuan tingkat tinggi. Cabe mahal, ayo tanam sendiri. Daging sapi mahal, substitusi ke keong sawah. Ikan kalengan ada cacingnya, malah dibilang bahwa cacing juga sumber protein. Wah, ini sudah seperti Negeri Ketoprak Humor kaya serial televisi.

Terlalu banyak kerumitan ini. Apa yang harus kita lakukan? Cukupkah hanya berdiam diri dan berharap perubahan segera terjad? Ataukah ada jalan lain yang bisa kita tempuh?

Seorang Muslim selama masih berpegang teguh pada Din-Nya,  pasti punya solusi terhadap persoalan yang menimpanya. Karena setiap kesulitan hidup adalah ujian dari Allah SWT kepada hambaNya. Maka haruslah ada upaya untuk menyelesaikannya. Dan upaya itu haruslah komprehensif, agar semua persoalan itu tuntas terselesaikan. Bukan penyelesaian sesaat yang menimbulkan masalah baru lagi.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al Baqarah : 214)

"....Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar Ra'du : 11)

Tuntunan ini yang mendorong muslim untuk selalu sabar menghadapi ujian. Dan optimis pada perubahan hidupnya. Perubahan pada keadaan yang lebih baik dari yang ada saat ini.

Optimis harus dipupuk pada setiap diri. Terlebih lagi para pengemban dakwah. Bagaimana agar dakwah Islam ditengah masyarakat tetap bisa dilaksanakan dalam kondisi apapun. Senang maupun susah. Dipermudah penguasa ataupun dipersekusi. Diberi karpet merah ataukah didzolimi. Tetap optimis dalam berdakwah.

Optimis bahwa  semua ajaran Islam akan sampai dan diterima umat. Termasuk menyampaikan kepada umat bahwa Khilafah adalah ajaran Islam. Wajib dilaksanakan untuk menyelesaikan persoalan umat yang bejibun. Khilafah yang akan mengurai semua keruwetan masalah hidup umat sekarang ini.

Optimis pula kita karena Khilafah adalah janji Allah Swt. Tak ada yang sempurna memberikan janji dan menepatinya kecuali Allah Rabbul Izzati. Maka, mengapa kita harus sangsi bahwa Khilafah kan memberikan penyelesaian?

Teruslah berjuang untuk menegakkan syariat Islam di muka bumi ini. Setiap kesulitan yang dihadapi kan diberikan Allah dua jalan kemudahan untuk melaluinya. Sebagaimana Allah berfirman :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Al Insyiroh : 5-6)

Imam ar Razi menukil sebuah hadits Qudsi, sebagaimana dituturkan oleh Ibn Abbas ra.
bahwa  Rasul Saw pernah bersabda, "Allah Swt telah berfirman, "Aku telah menciptakan satu kesulitan diantara dua kemudahan. Karena itu tidak akan pernah satu kesulitan bisa mengalahkan dua kemudahan."

Indah bukan? Allah telah menjanjikan lebih dari yang kita harapkan. Jadi, optimislah ! Bahwa Islam akan menang. Islam kan kembali berjaya. Dan syariat Islam yang paripurna segera terwujud dalam naungan Khilafah Rasyidah ala Minhajjin Nubuwwah.

Ahad,  06052018

#KhilafahAjaranIslam
#HTILayakMenang
#HTIdiHati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar